Thursday, March 24, 2011

BAB ZINA

1.    PENGERTIAN ZINA
 
Dalam al-Mu’jamul Wasith hal 403 disebutkan, “Zina ialah seseorang bercampur dengan seorang wanita tanpa melalui akad yang sesuai dengan syar’i.”
2.    HUKUM ZINA
 
Zina adalah haram hukumnya, dan ia termasuk dosa besar yang paling besar.
Allah swt berfirman:
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS al-Israa’: 32)
Dari Abdullah bin Mas’ud r.a, ia berkata: Saya pernah bertanya kepada Rasulullah saw, “(Ya Rasulullah), dosa apa yang paling besar?” Jawab Beliau, “Yaitu engkau mengangkat tuhan tandingan bagi Allah, padahal Dialah yang telah menciptakanmu.” Lalu saya bertanya (lagi), “Kemudian apa lagi?” Jawab Beliau, “Engkau membunuh anakmu karena khawatir ia makan denganmu.” Kemudian saya bertanya (lagi). “Lalu apa lagi?” Jawab Beliau, “Engkau berzina dengan isteri tetanggamu.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari XII: 114 No. 6811, Muslim I: 90 No. 86, ‘Aunul Ma’bud VI: 422 No. 2293 No. Tirmidzi V: 17 No. 3232).
Allah swt berfirman:
“Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina. Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Furqaan: 68-70).
Dalam hadist Sumarah bin Jundab yang panjang tentang mimpi Nabi saw, Beliau saw bersabda:
“Kemudian kami berjalan dan sampai kepada suatu bangunan serupa tungku api dan di situ kedengaran suara hiruk-pikuk. Lalu kami tengok ke dalam, ternyata di situ ada beberapa laki-laki dan perempuan yang telanjang bulat. Dari bawah mereka datang kobaran api dan apabila kena nyala api itu, mereka memekik. Aku bertanya, “Siapakah orang itu” Jawabnya, “Adapun sejumlah laki-laki dan perempuan yang telanjang bulat yang berada di dalam bangunan serupa tungku api itu adalah para pezina laki-laki dan perempuan.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 3462 dan Fathul Bari XII: 438 no: 7047).
Dari Ibnu Abbas r.a bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah seorang hamba berzina tatkala ia sebagai seorang mu’min; dan tidaklah ia mencuri, manakala tatkala ia mencuri sebagai seorang beriman; dan tidaklah ia meneguk arak ketikaia meneguknya sebagai seorang beriman; dan tidaklah ia membunuh (orang tak berdosa), manakala ia membunuh sebagai seorang beriman.”
Dalam lanjutan riwayat di atas disebutkan:
Ikrimah berkata, “Saya bertanya kepada Ibnu Abbas, ‘Bagaimana cara tercabutnya iman darinya?’ Jawab Ibnu Abbas: ‘Begini –ia mencengkeram tangan kanan pada tangan kirinya dan sebaliknya, kemudian ia melepas lagi–, lalu manakala dia bertaubat, maka iman kembali (lagi) kepadanya begini –ia mencengkeramkan tangan kanan pada tangan kirinya (lagi) dan sebaliknya-.’” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 7708, Fathul Bari XII: 114 no: 6809 dan Nasa’i VIII: 63).
3.  KLASIFIKASI ORANG BERZINA
Orang yang berzina adakalanya bikr atau ghairu muhshan (Perawan atau lajang (untuk perempuan) dan perjaka atau bujang (untuk laki-laki)), atau adakalanya muhshan (orang yang sudah beristeri atau bersuami).
Jika yang berzina adalah orang merdeka, muhshan, mukallaf dan tanpa paksaan dari siapa pun, maka hukumannya adalah harus dirajam hingga mati.
Muhshan ialah orang yang pernah melakukan jima’ melalui akad nikah yang shahih. Sedangkan mukallaf ialah orang yang sudah mencapai usia akil baligh. Oleh sebab itu, anak dan orang gila tidak usah dijatuhi hukuman. Berdasarkan hadist “RUFI’AL QALAM ’AN TSALATSATIN (=diangkat pena dari tiga golongan)”.
Dari Jabir bin Abdullah al-Anshari ra bahwa ada seorang laki-laki dari daerah Aslam datang kepada Nabi saw lalu mengatakan kepada Beliau bahwa dirinya benar-benar telah berzina, lantas ia mepersaksikan atas dirinya (dengan mengucapkan) empat kali sumpah. Maka kemudian Rasulullah saw menyuruh (para sahabat agar mempersiapkannya untuk dirajam), lalu setelah siap, dirajam. Dan ia adalah orang yang sudah pernah nikah. (Shahih: Shahih Abu Daud no: 3725, Tirmidzi II: 441 no: 1454 dan A’unul Ma’bud XII: 112 no: 4407).
Dari Ibnu Abbas r.a bahwa Umar bin Khattab ra pernah berkhutbah di hadapan rakyatnya, yaitu dia berkata, “Sesungguhnya Allah telah mengutus Muhammad saw dengan cara yang haq dan Dia telah menurunkan kepadanya kitab al-Qur’an. Di antara ayat Qur’an yang diturunkan Allah ialah ayat rajam, kami telah membacanya, merenungkannya dan menghafalkannya. Rasulullah saw pernah merajam dan kami pun sepeninggal Beliau merajam (juga). Saya khawatir jika zaman yang dilalui orang-orang sudah berjalan lama, ada seseorang mengatakan, “Wallahi, kami tidak menjumpai ayat rajam dalam Kitabullah.” Sehingga mereka tersesat disebabkan meninggalkan kewajiban yang diturunkan Allah itu, padahal ayat rajam termaktub dalam Kitabullah yang mesti dikenakan kepada orang yang berzina yang sudah pernah menikah, baik laki-laki maupun perempuan, jika bukti sudah jelas, atau hamil atau ada pengakuan.” (Mutafaqun ’alaih: Fathul Bari XII: 144 no: 6830, Muslim III: 1317 no 1691, ‘Aunul Ma’bud XII: 97 no: 4395, Tirmidzi II: 442 no: 1456).
4.  HUKUMAN BUDAK YANG BERZINA
Apabila yang berzina adalah budak laki-laki ataupun perempuan, maka tidak perlu dirajam. Tetapi cukup didera sebanyak lima puluh kali deraan, sebagaimana yang ditegaskan firman Allah swt:
“Dan apabila mereka Telah menjaga diri dengan kawin, Kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), Maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami.” (QS An-Nisaa: 25)
Dari Abdullah bin Ayyasy al-Makhzumi, ia berkata, “Saya pernah diperintah Umar bin Khattab ra (melaksanakan hukum cambuk) pada sejumlah budak perempuan karena berzina, lima puluh kali, lima puluh kali cambukan.” (Hasan: Irwa-ul Ghalil no: 2345, Muwaththa‘ Malik hal 594 no: 1058 dan Baihaqi VIII: 242)
5.  ORANG YANG DIPAKSA BERZINA TIDAK BOLEH DIDERA
Dari Abu Abdurahhman as-Silmi ia berkata: “Umar bin Khatab ra pernah dibawakan seorang perempuan yang pernah ditimpa haus dahaga luar biasa, lalu ia melewati seorang penggembala, lantas ia minta air minum kepadanya. Sang penggembala enggan memberikan air minum, kecuali ia menyerahkan kehormatannya kepada seorang penggembala. Kemudian terpaksa ia melaksanakannya. Maka (Umar) pun bermusyawarah dengan para sahabat untuk merajam perempuan itu, kemudian Ali ra menyatakan, ‘Ini dalam kondisi darurat, maka saya berpendapat hendaklah engkau melepaskannya.’ Kemudian Umar melaksanakannya.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 2313 dan Baihaqi VIII: 236).
6.  HUKUMAN BIKR (PERAWAN ATAU PERJAKA) YANG BERZINA
Allah swt berfirman:
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (QS An-Nuur: 2). Dari Zaid bin Khalid-al-Juhanni ra, ia berkata, “Saya pernah mendengar Nabi saw mnyuruh orang yang berzina yang belum pernah kawin didera seratus kali dan diasingkan selama setahun.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 2347 dan Fathul Bari XII: 156 no: 6831)
Dari Ubadah bin Shamit ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Ambillah dariku, ambillah dariku; sungguh Allah telah menjadikan jalan (keluar) untuk mereka; gadis (berzina) dengan jejaka dicambuk seratus kali cambukan dan diasingkan setahun, dan duda berzina dengan janda didera seratus kali didera dan dirajam.” (Shahih: Mukthashar Muslim no: 1036, Muslim III: 1316 no: 1690, ’Aunul Ma’bud XII: 93 no: 4392, Tirmidzi II: 445 no: 1461 dan Ibnu Majah II: 852 no: 2550).
7.  DENGAN APA HUKUM HAD SAH DILAKSANAKAN?
Hukum had dianggap sah dilaksanakan dengan dua hal: pertama, pengakuan dan kedua, disaksikan oleh para saksi. (Fiqhus Sunnah III: 352).
Adapun pengakuan, didasarkan pada waktu Rasulullah saw yang pernah merajam Ma’iz dan perempuan al-Ghamidiyah yang keduanya mengaku telah berzina:
Dari Ibnu Abbas ra. berkata, “Tatkala Ma’iz bin Malik dibawa kepada Nabi saw, maka Beliau bertanya kepadanya, “Barangkali engkau hanya mencium(nya) atau meraba(nya) dengan tanganmu atau sekedar melihat(nya)?” Jawabnya, “Tidak, ya Rasulullah.” Tanya Beliau (lagi), “Apakah engkau telah melakukan sesuatu yang tidak layak diutarakan dengan terus terang?” Maka ketika itu, Beliau menyuruh merajamnya.” (Shahih: Shahih Abu Daud no: 3724, Fathul Bari XII: 135 no: 6824 dan ‘Aunul Ma’bud XII: 109 no: 4404)
Dari Sulaiman bin Buraidah dari bapaknya ra bahwa seorang perempuan dari daerah Ghamid dari suku al-Azd datang kepada Nabi saw lalu mengatakan, “Ya Rasulullah, sucikanlah diriku!” Maka sabda Beliau, “Celaka kamu. Kembalilah, lalu beristighfarlah dan bertaubatlah kepada-Nya!” Kemudian ia berkata (lagi), “Saya melihat engkau hendak menolakku, sebagaimana engkau telah menolak Ma’iz bin Malik.” Beliau bertanya kepadanya, “Apa itu?” Jawabnya, “Sesungguhnya  saya telah hamil karena berzina.” Tanya Beliau. “Kamu?” Jawabnya, “Ya.” Maka sabda Beliau kepadanya, “(Pulanglah) hingga engkau melahirkan (bayi) yang di perutmu.” Kemudian ada seseorang sahabat dari kawan Anshar yang mengurusnya hingga ia melahirkan bayinya, lalu ia data kepda Nabi saw dan menginformasikan kepada Beliau bahwa perempuan al-Ghamidiyah itu telah melahirkan. Maka beliau bersabda, “Kalau begitu, kami tidak akan segera merajamnya dan kami tidak akan biarkan anaknya yang masih kecil, tidak ada yang menyusuinya.” Kemudian ada seorang sahabat Anshar bangun lantas berkata, “Ya Nabiyullah, saya akan menanggung penyusuannya.” Kemudian Beliau pun merajamnya. (Shahih: Mukhtashar Muslim no: 1039, Muslim III: 1321 no: 1695).
Jika yang bersangkutan ternyata meralat pengakuannya, maka tidak boleh dijatuhi hukuman. Hal ini merujuk pada hadist Nu’aim bin Huzzal:
Adalah Ma’iz bin Balik seorang anak yatim yang dulu berada di bawah asuhan ayahku (yaitu Huzzal), kemudian ia pernah berzina dengan seorang budak perempuan dari suatu kampung … sampai pada perkataannya “Kemudian Nabi Saw menyuruh agar Ma’iz dirajam. Lalu dikeluarkanlah Ma'iz ke Padang Pasir. Tatkala dirajam, ia merasakan sakitnya lemparan batu yang menimpa dirinya, kemudian bersedih hati, lalu ia melarikan diri dengan cepat, lantas bertemu dengan Abdullah bin Unais. Para sahabatnya tidak mampu (menahannya). Kemudian Abdullah bin Unais mencabut tulang betis unta, lalu dilemparkan kepadanya hingga ia meninggal dunia. Kemudian Abdullah bin Unais datang menemui Nabi saw lalu melaporkan kasus tersebut kepadanya, maka Rasulullah berkata kepadanya, “Mengapa kamu tidak biarkan ia, barangkali ia bertaubat lalu Allah menerima taubatnya.” (Shahih: Shahih Abu Daud no. 3716, ‘Aunul Ma’bud XII: 99 no: 4396)
8.  HUKUM ORANG YANG MENGAKU PERNAH BERZINA DENGAN SI FULANAH
Apabila seseorang mengaku bahwa dirinya telah berzina dengan fulanah, maka laki-laki yang mengaku tersebut harus dijatuhi hukuman. Kemudian jika si perempuan, rekan kencannya, mengaku juga, maka ia harus dijatuhi hukuman juga. Jika ternyata si perempuan tidak mau mengakui, maka ia (si perempuan) tidak boleh dijatuhi hukuman.
Dari Abu Hurairah dan Zaid bin Khalid ra bahwa ada dua orang laki-laki yang saling bermusuhan datang kepada nabi saw lalu seorang di antara keduanya menyatakan, “Ya Rasulullah, putuskanlah di antara kami dengan Kitabullah!” Yang satunya lagi --yang paling mengerti di antara mereka berdua-- berkata, “Betul, ya Rasulullah, putuskanlah di antara kami dengan Kitabullah, dan izinkanlah saya untuk mengutarakan sesuatu kepadamu.” Jawab Beliau, "Silakan utarakan!" Ia melanjutkan pengutaraannya, “Sesungguhnya anakku ini adalah seorang pekerja yang diberi upah oleh orang ini, lalu ia pun berzina dengan isterinya. Lalu orang-orang menjelaskan kepadaku bahwa anaku harus dirajam. Oleh sebab itu, saya telah menebusnya dengan memberikan seratus ekor kambing dan seorang budak wanitaku. Kemudian saya pernah bertanya kepada orang-orang alim, lalu mereka menjelaskan kepadaku bahwa anakku harus didera seratus kali dan diasingkan selama setahun lamanya. Sedangkan rajam hanya ditimpahkan kepada isteri ini.” Maka Rasulullah saw bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggamannya, saya akan benar-benar memutuskan di antara kalian berdua dengan Kitabullah; adapun kambing dan budak perempuanmu itu maka dikembalikan (lagi) kepadamu.” Beliau pun mendera anaknya seratus kali dan mengasingkannya selama setahun. Dan Beliau juga menyuruh Unais al-Aslam agar menemui isteri orang pertama itu; jika ia mengaku telah berzina dengananak itu, maka harus dirajam. Ternyata ia mengaku, lalu dirajam oleh Beliau. (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari XII: 136 no: 6827-6828, Muslim III: 1324 no: 1697-1698, ‘Aunul Ma’bud XII: 128 no: 4421, Tirmidzi II: 443 no: 145, Ibnu Majah II: 852 no: 2549 dan Nasa’i VIII: 240).
9.  HUKUM HAD HARUS DILAKSANAKAN BILA SAKSINYA KUAT
Allah swt berfirman:
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.” (QS An-Nuur: 4) Apabila ada empat laki-laki muslim yang merdeka lagi adil menyaksikan dzakar (penis) si fulan masuk ke dalam farji (vagina) si fulanah seperti pengoles celak mata masuk ke dalam botol tempat celak, dan seperti timba masuk ke dalam sumur, maka kedua-duanya harus dijatuhi hukuman.
Manakalah tiga saja yang mengaku menyaksikan, sedang yang keempat justru mengundurkan diri dari kesaksian mereka, maka yang tiga orang itu harus didera dengan dera tuduhan sebagimana yang telah dipaparkan ayat empat An-Nuur itu, dan berdasarkan riwayat berikut:
Dari Qasamah bin Zuhair, ia bercerita: Tatkala antara Abu Bakrah dengan al-Mughirah ada permasalahan tuduhan zina yang dilaporkan kepada Umar ra maka kemudian Umar minta didatangkan saksi-saksinya, lalu Abu Bakrah, Syibl bin Ma’bad, dan Abu Abdillah Nafi’ memberikan kesaksiannya. Maka Umar ra pada waktu mereka bertiga usai memberikan kesaksiannya, berkata, "Permasalah Abu Bakrah ini membuat Umar berada dalam posisi yang sulit." Tatkala Ziyad datang, dia berkata, "(Hai Ziyad), jika engkau berani memberikan kesaksian, maka insya Allah tuduhan zina itu benar." Maka kata Ziyad, "Adapun perbuatan zina, maka aku tidak menyaksikan dia berzina. Namun aku melihat sesuatu yang buruk." Makakata Umar, “Allahu Akbar, hukumlah mereka.” Kemudian sejumlah sahabat mendera mereka bertiga. Kemudian Abu Bakrah seusai dicambuk oleh Umar menyatakan, “(Hai Umar), saya bersaksi bahwa sesungguhnya dia (al-Mughirah) berzina.” Kemudian, segera Umar ra hendak menderanya lagi, namun dicegah oleh Ali ra seraya berkata kepada Umar, “Jika engkau menderanya lagi, maka rajamlah rekanmu itu.” Maka Umar pun membatalkan niatnya dan tidak menderanya lagi.” (Sanadnya Shahih: Irwa-ul Ghalil VIII: 29 dan Baihaqi VIII: 334).  
10.  HUKUM ORANG BERZINA DENGAN MAHRAMNYA
Barangsiapa yang berzina dengan mahramnya, maka hukumnya adalah dibunuh, baik ia sudah pernah nikah ataupun belum. Dan apabila ia telah mengawini mahramnya, maka hukumannya ia harus dibunuh dan hartanya harus diserahkan kepada pemerintah.
Dari al-Bara’ ra, ia bertutur, “Saya pernah berjumpa dengan pamanku yang sedang membawa pedang, lalu saya tanya, ‘(Wahai Pamanda), Paman hendak kemana?’ jawabnya, ‘Saya diutus oleh Rasulullah saw menemui seorang laki-laki yang telah mengawini isteri bapaknya sesudah ia meninggal dunia, agar saya menebas batang lehernya dan menyita harta bendanya.’” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 2351, Shahih Ibnu Majah no: 2111, 'Aunul Ma'bud XII: 147 no: 4433, Nasa’i VI: 110, namun dalam Sunan Tirmidzi dan Sunan Ibnu Majah tanpa lafazh "menyita harta bendanya." Tirmidzi II: 407 no: 1373 dan Ibnu Majah II: 869 no: 2607).
11.  HUKUM ORANG YANG MENYETUBUHI BINATANG
Dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang menyetubui binatang ternak, maka hendaklah kamu bunuh dia dan bunuh (pula) binantang itu.” (Hasan Shahih: Shahih Tirmidzi no: 1176, Tirmidzi III: 1479, 'Aunul Ma'bud XII: 157 no: 4440, Ibnu Majah II: 856 no: 2564)
12.  HUKUMAN ORANG YANG MELAKUKAN LIWATH, HOMOSEKSUAL
Apabila seorang laki-laki memasukkan penisnya ke dalam dubur laki-laki yang lain, maka hukumannya adalah dibunuh, baik keduanya sudah pernah menikah taupun belum.
Dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah saw bersabda: “Siapa saja yang kalian jumpai melakukan perbuatan kaum (Nabi) Luth, maka bunuhlah fa’il (pelakunya) dan maf’ulbih (korbannya).” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 2075, Tirmidzi III: 8 no: 1481, ‘Aunul Ma’bud XII: 153 no: 4438, Ibnu Majah II: 856 no: 2561).
 Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm 820 - 834.

ZINA DAN DOMISILI DI NEGERI LAIN

Sebuah pertanyaan diajukan kepada Direktur Umum - Kantor Riset Ilmiah, Fatwa Dakwah dan Bimbingan Islam.

Pertanyaan.
Saya sudah berkeluarga, istri saya tinggal di Libanon, saya bekerja di Brazil untuk mencari nafkah hidup dan pendidikan anak-anak saya. Tapi saya terlanjur melakukan perbuatan zina. Saya menyesal dan bertaubat kepada Allah. Cukupkah bagiku penyesalan dan bertaubat ? Atau haruskah aku juga dihukum had (rajam)?. Berilah fatwa kepadaku, semoga Allah merahmatimu!

Komite Khusus Untuk Riset Ilmiah dan Fatwa menjawab.

Tidak ada keraguan lagi bahwa perbuatan zina termasuk dosa besar dan tidak ada keraguan pula bahwa di antara sarana yang mendorong terjadinya perbuatan zina adalah ; menampakkan aurat wanita, campur baur antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya, kerusakan moral serta lingkungan secara umum. Maka jika anda telah berzina karena jauh dari istri anda dan karena anda bercampur dengan orang-orang jahat dan rusak, lalu anda menyesal terhadap dosa anda dan anda bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya, maka kami mengharapkan agar Allah menerima serta mengampuni dosa anda, karena firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Dan orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain berserta
Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal shalih ; maka mereka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" [Al-Furqan : 68-70]

Dan telah sah dari Ubadah bin Shamit Radhiyallahu 'anhu dalam hadits tentang baiat wanita, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Barangsiapa di antara kalian yang menepati perjanjian baiat ini maka pahalanya ada pada Allah, dan barangsiapa yang ada melakukan diantara dosa-dosa itu (kemusyrikan, pencurian, perzinaan, membunuh anak dan berbuat dusta/tuduhan) lalu ia dikenakan sangsi hukuman, maka hukuman itu sebagai kafarat dosa baginya, dan barangsiapa yang ada melakukan di antara dosa-dosa itu lalu ia ditutupi oleh Allah, maka urusannya kembali kepada Allah, jika Allah menghendaki Dia akan menyiksanya dan jika Dia menghendaki maka Dia akan mengampuninya" [Hadits Riwayat Bukhari No. 4894]

Tetapi anda harus meninggalkan lingkungan rusak yang menyebabkan anda kepada berbuat maksiat, lalu anda mencari mata pencaharian di negeri lain yang bahanya lebih sedikit, sebagai upaya untuk menjaga agama anda, karena bumi Allah itu luas, dan setiap orang senantiasa mendapati yang bisa ia tempati untuk mencari rizki yang disiapkan oleh Allah untuknya.

"Artinya : Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan
mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya" [Ath-Thalaq : 2-3]

[Diterjemahkan oleh Muhammad Dahri dari majalatul Buhutsil Islamiyah, edisi 6 hal. 276-277, majalah as-sunah edisi 06/V/1422H hal.53]

Friday, March 18, 2011

K A W I N K O N T R A K T R A D I S I K A U M S Y I ’ A H

Dalam urusan nikah mut’ah Syi’ah memiliki banyak keburukan, kekejian, hal-hal yang menjijikkan dan kebodohan terhadapIslam.
Mereka mengangkat nilai setiapkeburukan dan meninggikan setiap yang
kotor. Mereka menghalalkan apa yang
diharamkan Allah (berupa zina) atas nama
agama dan dusta terhadap para Imam.
Mereka membolehkan semua yang mereka
mau, mereka membiarkan nafsu tenggelam
dalam kelezatan yang menipu dan
kemungkaran-kemungkaran. Mut’ah
adalah sebaik-baik saksi dan bukti, mereka
telah menghiasi mut’ah dengan segala
kesucian, keagungan dan keanggunan,
hingga mereka menjadikan balasan
pelakunya adalah surga -Naudzubillah-,
mereka memperbanyak keutamaankeutamaan
mut’ah dan keistimewaannya,
seraya menyesatkan -sebagaimana
lazimnya- orang-orang yang mereka
jadikan sebagai tawanan bagi ucapanucapan
mereka yang dusta. Di antarany aialah:
Al-Kasyani dalam tafsirnya, berbohong
atas Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam, mereka mengatakan bahwa
beliau bersabda, Telah datang kepadaku
Jibril darl sisi Tuhanku, membawa
sebuah hadiah. Kepadaku hadiah itu
adalah menikmati wanita-wanita
mukminah (dengan kawin kontrak). Allah
belum pernah memberikan hadiah
kepada para nabipun sebelumku,
Ketahuilah mut’ah adalah keistimewaan
yang dikhususkan oleh Allah untukku,
karena keutamaanku melebihi semua
para nabi terdahulu. Barangsiapa
melakukan mut’ah sekali dalam
umurnya, la menjadi ahli surga. Jika lakilaki
dan wanita yang melakukan mut’ah
berter di suatu tempat, maka satu
malaikat turun kepadanya untuk
menjaga hingga mereka berpisah.
Apabila mereka bercengkerama maka
obrolan mereka adalah berdzikir dan
tasbih. Apabila yang satu memegang
tangan pasangannya maka dosa-dosa
dan kesalahan-kesalahan bercucuran
dan nikah mut.ah.. (At-Tahdzif Juz II/
186) Riwayat inipun terdapat dalam sahih
Bukhari. Maka semakin jelas tentang
agama mereka yang dibangun atas dasar
rekayasa, ucapan mereka bertentangan
satu sama lain. Maka kami membantah
kalian wahai Syi.ah !!, dengan kitabkitab
kalian sendiri.
Ini adalah salah satu sebab yang
membuat mereka berakidah taqiyah
(berbohong). Padahal perlu diketahui
bahwa dalam agama Syi.ah tidak boleh
melakukan taqiyah dalam mut.ah, la
taqiyyata fi al-mut.ah (tidak ada taqiyah
dalam mut.ah).
Kemudian, Umar tidak pernah
mengatakan, .Mut.ah halal pada zaman
Nabi dan saya melarangnya!. Tetapi
mut.ah dulu halal dan kini Umar
menegaskan dan menegakkan hukum
keharamannya. Yang demikian itu karena
masih ada orang yang melakukannya.
Adapun dia mengisyaratkan bahwa dulu
memang pernah halal, ya, akan tetapi
beberapa waktu setelah itu diharamkan.
Di antara yang menguatkan lagi adalah
pelarangan .Ali ketika menjadi khalifah.
Ali, Umar dan Ibnu Abbas Berlepas Diri
Syi.ah tidak memiliki bukti dari Salaf As-
Shalih kecuali dari Ibnu Abbas Radhiallahu
.anhu, akan tetapi Ibnu abbas sendiri
telah rujuk dan mencabut kembali
kebolehannya kembali kepada

Sedikit Diatas Sunnah Lebih Baik Daripada Banyak Diatas Bid'ah

Kata mutiara tersebut tidak hanya terucap dari seorang shahabat ,dan diantara yang mengucapkannya ialah Abu Darda’ dan Abdullah bin Mas’ud –Radhiallahu anhuma- seperti yang disebutkan dalam Syarh Ushul I’tiqad Ahlus Sunnah (nomor114 dan 115), Assunnah karya Ibnu Nashr (hal 27-28), Al Ibanah (I/320) karya Ibnu Baththah,dan lain-lain.

Juga terdapat riwayat dari Ubay bin Ka’ab Radhiallahu anhu seperti disebutkan dalam Al Hujjah fi Bayan Al Mahajjah (I/111) dengan redaksi:

“Sesungguhnya sederhana dalam jalan hidup dan sunnah Nabi Shalallahu alaihi wa sallam adalah lebih baik daripada banyak tetapi menyalahi jalan hidup dan sunnah Nabi Shalallahu alaihi wa sallam.Maka lihatlah amal kamu,baik banyak maupun sedikit,agar yang demikian itu sesuai dengan jalan hidup dan sunnah nabi Shalallahu alaihi wa sallam” [1]

Itulah kata mutiara yang memberikan metode yang agung bagi seorang Muslim yang ingin mengikuti kebenaran dalam amal dan ucapannya agar sesuai dengan aturan syari’at. Kata mutiara tersebut disadur dari beberapa hadits shahih, diantaranya:

[1]. Sabda Nabi Shalallahu alaihi wa sallam,

“Artinya : Hindarilah olehmu melampaui batas dalam agama”. [Hadits Riwayat Nasa’I:V/268, Ibnu Majah:3029,dan Ahmad:I/215&347, dengan sanad hasan]

[2]. Sabda Nabi Shalallahu alaihi wa sallam,

“Artinya : Amal yang paling dicintai Allah adalah amal yang berkesinambungan, meskipun sedikit.” [Hadits Riwayat Bukhary :I/109 dan Muslim no.782 dari Aiysah]

[3].Sabda Nabi Shalallahu alaihi wa sallam :

“Artinya : Sesungguhnya setiap amal terdapat masa giat,dan disana ada masa jeda.Maka siapa yang jedanya kepada bid’ah sesungguhnya dia sesat,dan siapa yang jedanya kepada sunnah maka dia terbimbing.” [2]

Dan hadits-hadits lain.

Sunnguh para shahabat -Radhiallahu anhum- dan tabi’in Rahimahumllahu ta’ala, benar-benar mengaplikasikan kaidah tersebut dengan sangat cermat. Mereka sangat antusias untuk mengikuti sunnah walau hanya dengan sedikit amal.Tidak hanya itu,tetapi mereka juga sangat jauh dari bid’ah, meskipun ada orang yang menyangka bahwa bid’ah itu terdapat tambahan kebaikan.

Abu Ahwash [3] berkata kepada dirinya sendiri ,”Wahai Sallam,tidurlah kamu menurut sunnah.Itu lebih baik daripada kamu bangun malam untuk melakukan bid’ah.” [4]

Dan Ibrahim An-Nalkha’i berkata, ”Seandainya para shahabat Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam mengusap kuku, niscaya aku tidak membasuhnya karena mencari keutamaan dalam mengikuti mereka.” [5]

Betapa indahnya firman Allah dalam menetapkan kaidah tersebut:

“Artinya : Supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya.” [ Al Mulk : 2]

Allah tidak mengatakan,”Yang banyak amalnya” sebagaimana dijelaskan Ibnu Katsier dalam tafsirnya (IV/619).

Dan barangsiapa merasa sempit pada jalan Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam dan jalan orang-orang mukmin terdahulu maka Allah tidak memberi kelapangan kepadanya.[6]

Diantara yang penting untuk diingatkan disini adalah cara menyimpulkan dalil yang salah oleh sebagian orang yang ditegur ketika melakukan bid’ah, seperti shalat yang tidak ada contohnya dalam Sunnah. Mereka menggunakan dalil,”Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang shalat kepada seorang hamba? [Al-Alaq : 9-10]”

Sungguh demikian ini cara menyimpulkan dalil yang batil dan pendapat yang salah tentang ayat Al Qur’an!!

Imam Abu Syamah dalam Al Baits (hal 114) berkata setelah menyebutkan beberapa hadits dan atsar yang melarang shalat yang tidak sesuai dengan Sunnah Nabi Shalallahu alaihi wa sallam ,” Apakah boleh bagi seorang Muslim bila mendengar beberapa hadits dan atsar ini, dia mengatakan ,bahwa Nabi Shalallahu alaihi wa sallam melarang shalat dan bahwa Umar dan Ibnu Abbas, dikategorikan sebagai orang yang telah disebutkan dalam firmanNya:

“Artinya : Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang, seorang hamba ketika dia mengerjakan salat” [Al-Alaq : 9-10] [7]

Demikian pula, setiap orang yang melarang sesuatu yang dilarang syari’at Islam tidak boleh dikatakan seperti ini. Sebab orang yang menggunakan dalil tersebut dengan menganggap baik setiap amalnya yang tidak sesuai dengan sunnah adalah orang bodoh yang merubah kitab Allah dan mengganti firmanNya.Sesungguhnya Allah telah mencabut kelezatan pemahaman akan maksud wahyu darinya tersebut.”

Dan dalam halaman 214, beliau (yakni Imam Abu Syamah) berkata:”Maka sungguh nyata dan jelas –dengan pertolongan Allah- kebenaran orang yang mengingkari hal-hal yang bid’ah, meskipun bid’ahnya berupa shalat dan memakmurkan masjid. Dan janganlah dia memperdulikan kebencian orang bodoh yang mengatakan :

“Tidak mungkin Islam memerintahkan membatalkan shalat dan menghancurkan masjid?”

Sebab perumpamaan dia seperti orang yang mengatakan:

“Bagaimana diperintahkan menghancurkan masjdi?”

Padahal telah maklum bahwa Nabi Shalallahu alaihi wa sallam pernah menghancurkan masjid Dhirar!!! Atau seperti orang yang mengatakan :

“Bagaimana mungkin Islam melarang membaca Al Qur’an dalam ruku dan sujud?”

Padahal terdapat hadits shahih bahwa Ali Radhiallahu anhu berkata:”

“Artinya : Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam melarang aku membaca Al Qur’an dalam ruku dan sujud.” [Hadits Riwayat Muslim]

Jadi mengikuti Sunnah lebih utama daripada mempertahankan bid’ah, meskipun berupa shalat. Sebab mengikuti sunnah lebih banyak faidahnya dan lebih besar pahalanya, meskipun kita menganggap bahwa dalam bentuk shalat tersebut terdapat pahala.”

Dan Allah-lah yang memberi taufik kepada kebenaran.

[Disalin dari kitab Al Ilmu Ushul Bida’ Dirasah Taklimiyyah Muhimmah Fi Ilmi Ushul Fiqh, edisi Indonesia Membedah Akar Bid’ah, Pustaka Al-Kautsar hal, 26-28]
_________
Foote Note
[1] Juga diriwayatkan oleh Al Laalikai no.11,Ibnul Mubarak dalam AzZuhd :II/21, dan Abu Nu’aim dalam Al Hilyah :I/252
[2] Hadits shahih dengan berbagai jalan, lihat Al Itmam no.23521 dan Attiba’ AsSunnah no.8]
[3] Namanya adalah Sallam bin Sulaim, Lihat Siyar An-Nubala VII/281 oleh Adz-Dzahabi.
[4] Al Ibanah no.251
[5] Hadits Riwayat Ad Darimi:I/72 dan Ibnu Baththah :254
[6] Naqd Al Qaumiyyah Al Arabiyyah : 48, Syaikh Abdul Aziz bin Baz
[7] Lihat Musaajalah Ilmiyyah:30-31 Al Izz bin Abdis Salam

Membaca Istighfar Untuk Orang Kafir

Oleh
Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih
Mendoakan orang kafir agar diberi rahmat dan pengampunan adalah diharamkan, dan barangsiapa yang melakukannya, maka dia telah berdosa dan tridak dikabulkan do’anya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik walaupun orang-orang musyrik itu adalah kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, itu adalah penghuni neraka Jahannam. Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah di-ikrarkannya kepada bapakanya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri daripadanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun” [At-Taubah : 113-114]

Imam At-Thabari berkata bahwa yang dimaksud dengan ayat di atas, tidak patut bagi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang yang beriman memintakan ampun kepada Allah untuk orang-orang musyrik meskipun mereka kerabat sendiri, setelah datang penjelasan dari Allah bahwa mereka termasuk penghuni neraka Jahim, artinya setelah mereka meninggal dunia dalam keadaan syirik dan menyembah berhala maka jelas mereka termasuk penghuni neraka. Sebab Allah telah memutuskan bahwa orang yang meninggal dalam keadaan syirik tidak akan diampuni dosanya. Sehingga tidak patut seseorang meminta kepada Allah sesuatu yang telah diketahui bahwa Dia tidak mungkin melakukannya. Jika mereka berhujjah bahwa Nabi Ibrahim memintakan ampun kepada Allah untuk bapaknya, maka jawabannya bahwa permintaan ampun untuk bapaknya tidak lain hanyalah suatu janji yang telah diikrarkan kepada bapaknya. Maka setelah jelas bahwa bapaknya adalah musuh Allah dia meninggalkannya dan beristighfar serta berlepas diri daripadanya dan lebih memilih Allah serta mendahulukan perintahNya. [Tafsir Thabari 11/30]

Dan boleh mendo’akan kejelekan atas mereka agar dibutakan hati mereka dan tidak menerima cahaya iman. Sebagaimana firman Allah.

“Artinya : Musa berkata : ‘Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia, ya Tuahn kami –akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih. Allah berfirman : ‘Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan janganlah sekali-kali kamu mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetaui” [Yunus : 88-89]

Dari Abdullah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri shalat di samping Ka’bah, maka datanglah sekumpulan orang Quraisy, ada seorang diantara mereka yang berkata : “Adakah di antara kalian yang mau mencari kotoran onta baik berupa darah, kotoran atau usus-ususnya untuk dibawa kemari dan jika Muhammad sujud, kita letakkan kotoran tersebut diatas pundaknya. Lalu di antara mereka yang paling celaka mencari kotoran dan tatkala Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam sujud kotoran itu diletakkan di atas pundaknya sehingga beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tertahan sujudnya. Dan mereka tertawa terbahak-bahak melihat tontonan tersebut. Setelah itu Juwairiyah menyampaikan kejadian tersebut kepada Fatimah, maka Fatimah seegera datang ke tempat kejadian dan dalam keadaan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersujud Fatimah menyingkirkan kotoran tersebut. Kemudian Fatimah mendatangi mereka dan menghardiknya. Seusai shalat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a : “Ya Allah hancurkanlah kaum Quraisy, Ya Allah hancurkanlah kaum Quraisy, Ya Allah hancurkanlah kaum Quraisy. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan mereka dengan menyebutkan namanya satu persatu ; ‘Ya Allah hancurkan Amr bin Hiysam, Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Walid bin Utbah, Ummayah bin Khalaf, Uqbah bin Abu Muith dan Amarah bin Al-Walid’. Abdullah berkata : “Demi Allah saya menyaksikan mereka semuanya terkapar mati di perang Badr. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat mereka semua pada waktu perang Badr” [Shahih Al-Bukhari, kitab Ash-Shalat bab Mar’ah Tuthrah ala Mushalla minal ‘Adza 1/131]

Imam Hafizh Ibnu hajar berkata bahwa sesekali Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a kepada Allah agar mereka dihancurkan dan kadang-kadang beliau Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a kepada Allah agar mereka diberi hidayah, pada saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapat tekanan yang sangat dahsyat, maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menempuh cara yang pertama dan apabila banyak yang beriman dan yang lainnya diharapkan masuk Islam, maka beliau berdo’a kepada Allah agar mereka mendapat hidayah. [Fathul Barii 6/126]

Dibolehkan mendo’akan atas orang kfir agar Allah menahan hujan dari langit atau menurunkannya. Dari Masruq bahwa beliau berkata : Saya datang kepada Abdullah Ibnu Mas’ud dan dia berkata : Setelah lama kaum Quraisy tidak menanggapi ajakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau berdo’a agar tidak turun hujan kepada mereka dan terjadilah paceklik sehingga banyak yang meninggal dan memakan bangkai atau tulang. Kemudian Abu Sufyan mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata : ‘Wahai Muhammad, engkau datang menyuruh untuk menyambung kerabat, sesungghnya kaum-mu banyak yang binasa, maka berdo’alah kepada Allah. Lalu beliau memnbaca ayat.

“Artinya : Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata” {Ad-Dukhan : 10]

Tetapi mereka kembali kafir kepada Allah sebagaimana firman Allah yang turun pada saat perang Badr.

“Artinya : (Ingatlah) hari (ketika) kami menghantam mereka dengan hantaman yang keras” [Ad-Dukhan : 16]

Dan dalam Riwayat lain dari Mansur bahwsanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a agar turun hujan, maka seketika itu, hujanpun turun dengan lebat. [Shahih Al-Bukhari, bab Istisqa 2/19]

Dan boleh berdo’a kepada Allah agar diberi hidayah berdasarkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa dia berkata : Thufail bin Amr datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata : “Sesungguhnya kabilah Daus banyak yang binasa karena mereka sering bermaksiat dan membangkang, maka berdo’alah untuk mereka. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a.

“Artinya : Ya Allah berilah petunjuk kabilah Daus agar masuk Islam” [Shahih Al-Bukhari, kitab Ad-Da’waat bab Do’a 7/167]


[Disain dari buku Jahalatun Nas Fid Du’a edisi Indonesia Kesalahan Dalam Berdo’a hal. 24-29 Darul Haq]

Wednesday, March 16, 2011

TAUHID DALAM PENGHAMBAAN DAN TUJUAN [TAUHID ULUHIYAH]

Oleh
Dr. Nashir Ibn Abdul Karim Al 'Aql
[1]. Allah Ta'ala Maha Esa. Tidak ada seorang pun yang menjadi sekutu bagi-Nya, baik dalam ciptaan dan kekuasaanNya, dalam penghambaan dan pengabdian kepadaNya, serta dalam asma dan sifatNya. Dia-lah Rabb Semesta Alam. Hanya Dia sendiri yang berhak dengan segala macam ibadah.

[2]. Mempersembahkan ibadah, seperti berdoa, meminta perlindungan, memohon pertolongan, bernazar, menyembelih kurban, tawakal, takut, berharap dan mencintai selain kepada Allah Ta'ala adalah perbuatan syirik, meskipun perbuatan itu dilakukan kepada malaikat, seorang nabi utusan, atau kepada hambaNya yang shaleh.

[3]. Salah satu sendi utama ibadah ialah beribadah kepada Allah dengan penuh rasa cinta, rasa takut dan penuh harap dengan menyeluruh. Beribadah kepada Allah dengan sebagian daripadanya tanpa yang lain, juga kesesatan.

Salah seorang ulama mengatakan: "Barangsiapa yang beribadah kepada Allah hnya dengan rasa cinta maka dia seorang zindiq (orang yang sesat dalam agama dan menyimpang dari jalan kebenaran). Barangsiapa yagn beribadah kepada Allah hanya dengan rasa takut maka dia adalah seorang haruri [1] , dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan penuh harapan maka dia adalah seorang murji' [2]."

[4]. Patuh, tunduk dan taat secara mutlak kepada Allah dan rasulNya, Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam. Iman kepada Allah sebagai Hakim termasuk iman kepada-Nya sebagai Rabb dan Sesembahan. Tidak ada sekutu bagiNya dalam hukum dan perintahNya. Penerapan hukum yang tidak diijinkan Allah, berhukum kepada thaghut [3], mengikuti selain syariat Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam dan merubah sesuatu darinya adalah kufur. Siapa yang mengatakan, seseorang boleh keluar dari syariatnya maka dia kafir.

[5]. Menggunakan hukum yang bukan dari Allah adalah kufur akbar, yang bisa ; menyebabkan seseorang keluar dari Islam; dan bisa juga termasuk kufur duna kufrin yakni kufur yang tidak menyebabkan keluar dari Islam.

Kufur akbar terjadi bila patuh dan tunduk kepada hukum selain hukum Allah, atau menginjinkan penggunaan hukum tersebut. Sedangkan kufur duna kufrin, bila tidak menggunakan hukum Allah dalam suatu kejadian tertentu karena menuruti hawa nafsu, tetapi secara umum ia masih tetap patuh kepada hukum Allah.

[6]. Pembagian agama pada hakikat yang dikhususkan untuk orang-orang tertentu dan syariat yang hanya wajib diikuti orang-orang awam saja serta melakukan pemisahan urusan politik atau urusan lainnya dari agama adalah tindakan batil (tidak benar). Apapun yang bertentangan dengan syari;at, baik hakikat, politik maupun perkara lainnya maka hukumnya bisa kufur dan bisa pula sesat, sesuai dengan tingkatannya.

[7]. Tidak ada seroang pun yang dapat mengetahui sesuatu yang ghaib selain Allah Ta'ala semata. Mempercayai ada seseorang selain Allah yang dapat mengetahui hal-hal ghaib adalah perbuatan kufur, sekalipun dia mengimani bahwa Allah yang memberitahukan sebagian dari perkara ghaib kepada sebagian rasulNya.

[8]. Percaya kepada ahli nujum dan para dukun adalah kufur, sedangkan mendatangi dan pergi ke tempat mereka adalah dosa besar.

[9]. Wasilah yang diperintahkan di dalam Al Qur'an ialah apa yang mendekatkan seseorang kepada Allah Ta'ala, yaitu berupa amal ketaatan yang disyariatkan. Adapun tawassul (mendekatkan diri kepada Allah dengan cara tertentu ) ada tiga macam:

[a] Masyru' yaitu tawassul kepada Allah Ta'ala dengan asma dan sifat-Nya, dengan amal shaleh yang dikerjakannya, atau melalui doa orang shaleh yang masih hidup.

[b] Bid'ah yaitu mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala dengan cara yang tidak disebutkan dalam syari'at, seperti tawassul dengan pribadi para nabi dan orang-orang shaleh, dengan kedudukan mereka, kehormatan mereka, dan sebagainya.

[c] Syirik bila menjadikan orang-orang yang sudah meninggal sebagai perantara dalam ibadah, termasuk berdo'a kepada mereka, meminta hajat dan memohon pertolongan kepada mereka.

[10]. Berkah berasal dari Allah Ta'ala. Namun Allah mengkhususkan sebagian berkahNya kepada seorang hamba atau sesuatu makhluk yang dikehendakiNya. Oleh karena itu, seseorang atau sesuatu makhluk tidak boleh dinyatakan mempunyai berkah kecuali berdasarkan dengan dalil. Berkah artinya kebaikan yang banyak atau kebaikan yang tetap dan tidak hilang. Waktu-waktu yang mengandung keberkahan seperti malam lailatul Qadar. Adapun tempat yang ada berkahnya seperti masjid Al Haram, mesjid Nabawi dan masjid Al Aqsha. Benda yang ada berkahnya seperti air zamzam. Amal yang ada berkahnya adalah setiap amal shaleh yang diberkahi, dan pribadi yang ada berkahnya adalah seperti para nabi. Kita tidak boleh meminta berkah kepada manusia dan peninggalan mereka, kecuali kepada pribadi dan peninggalan nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam karena dalil yang ada hanya menyatakan demikian. Namun hal ini tidak berlaku lagi setelah wafatnya dan hilangnya barang peninggalan beliau.

[11]. Tabarruk (meminta berkah) termasuk perkara yang berdasarkan nash. Untuk itu tidak boleh tabarruk kepada sesuatu kecuali pada hal yang telah dinyatakan oleh dalil.

[12]. Mengenai pervbuatan yang dilakukan orang di kuburan dan ketika ziarah kubur ada tiga macam:

[a]. Masyru', yaitu ziarah kubur dengan tujuan untuk mengingat akhirat, untuk memberikan salam kepada ahli kubur dan mendoakan mereka.

[b]. Bid'ah, tidak sesuai dengan kesempurnaan tauhid. Ini merupakan salah satu sarana berbuat syirik, misalnya ziarah ke kuburan dengan tujuan untuk beribadah kepada Allah dan mendekatkan diri kepadaNya, atau bertujuan untuk mendapat berkah, menghadiakan pahala kepada ahli kubur, membuat bangunan di atas kuburan, mengecatnya dan memberinya lampu penerang. Juga termasuk perbuatan bid'ah bila menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah dan sengaja bepergian jauh untuk mengunjunginya. Masih banyak perbuatan lain yang dinyatakan telah terlarang dan tidak mempunyai dasar hukum dalam syariat.

[c]. Syirik bertentangan dengan tauhid, misalnya mempersembahkan salah satu macam ibadah kepada ahli kubur, sperti berdoa kepadanya sebagaimana layaknya kepada Allah meminta bantuan dan pertolongannya, bertawaf di sekelilingnya, menyembelih kurban dan bernazar untuknya, dan lain sebagainya.

[13]. Sesuatu yang menjadi wasa'il (sarana) dihukumi berdasarkan tujuan dan sasaran. Setiap sesuatu yang menjadi sarana menuju syirik dalam ibadah kepada Allah atau menjadi sarana menuju ibadah kepada Allah atau menjadi sarana menuju bidok'ah maka wajib dihentikan dan dilarang. Setiap perkara baru (yang tidak ada dasarnya) dalam agama adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah kesesatan.


[Disalin dari buku Mujmal Ushul Ahlis Sunnah wal Jama'ah fi Al 'Aqidah edisi Indonesia PRINSIP-PRINSIP AQIDAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH, oleh Dr. Nashir bin Abdul Karim Al 'Aql, Penerbit GIP Jakarta]
_________
Foote Note
[1] Haruri adalah seorang pengikut haruriyah, salah satu sekte dalam aliran khawarij yang mengatakan bahwa pelaku dosa besar adalah kafir dan di akhirat kekal di dalam neraka.
[2] Murji' adalah seorang pengikut murji'ah, yaitu kelompok yang berpendapat bahwa amal tidak termasuk dalam kriteria iman dan iman tidak bertambah juga tidak berkurang. Mereka mengatakan, suatu dosa tidak berbahaya selama ada iman, sebagaimana suatu ketaatan tidak berguna selama ada kekafiran.
[3] Thaghut adalah segala yang diperlakukan secara melampaui batas yang telah ditentukan Allah, misalnya dengan disembah, ditaati dan dipatuhi.

Hukum Seputar Keluarga Berencana [KB] 3/3

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Seorang ikhwan bertanya hukum KB tanpa udzur, dan adakah Udzur yang membolehkannya?"

Jawaban.
Para ulama telah menegaskan bahwa memutuskan keturunan sama sekali adalah haram, karena hal tersebut bertentangan dengan maksud Nabi mensyari'atkan pernikahan kepada umatnya, dan hal tersebut merupakan salah satu sebab kehinaan kaum muslimin. Karena jika kaum muslimin berjumlah banyak, (maka hal itu) akan menimbulkan kemuliaan dan kewibawaaan bagi mereka. Karena jumlah umat yang banyak merupakan salah satu nikmat Allah kepada Bani Israil.

"Artinya : Dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar" [Al-Isra : 6]

"Artinya : Dan ingatlah di waktu dahulunya kamu berjumlah sedikit, lalu Allah memperbanyak jumlah kamu' [Al-A'raf : 86]

Kenyataanpun mennguatkan pernyataan di atas, karena umat yang banyak tidak membutuhkan umat yang lain, serta memiliki kekuasaan dan kehebatan di depan musuh-musuhnya. Maka seseorang tidak boleh melakukan sebab/usaha yang memutuskan keturunan sama sekali. Allahumma, kecuali dikarenakan darurat, seperti :

[a] Seorang Ibu jika hamil dikhawatirkan akan binasa atau meninggal dunia, maka dalam keadaan seperti inilah yang disebut darurat, dan tidak mengapa jika si wanita melakukan usaha untuk mencegah keturunan. Inilah dia udzur yang membolehkan mencegah keturunan.

[b] Juga seperti wanita tertimpa penyakit di rahimnya, dan ditakutkan penyakitnya akan menjalar sehingga akan menyebabkan kematian, sehingga rahimnya harus diangkat, maka tidak mengapa.

[Fatawa Al-Mar'ah Al-Muslimah Juz 2 hal. 974-975]


Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Kapan seorang wanita diperbolehkan memakai pil-pil pencegah kehamilan, dan kapan hal itu diharamkan ? Adakah nash yang tegas atau pendapat di dalam fiqih dalam masalah KB? Dan bolehkah seorang muslim melakukan azal kerika berjima tanpa sebab?"

Jawaban.
Seyogyanya bagi kaum msulimin untuk memperbanyak keturunan sebanyak mungkin, karena hal itu adalah perkara yang diarahkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabdanya.

"Artinya : Nikahilah wanita yang penyayang dan banyak anak karena aku akan berlomba dalam banyak jumlahnya umat" [Hadits Shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud 1/320, Nasa'i 2/71, Ibnu Hibban no. 1229, Hakim 2/162, Baihaqi 781, Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah 3/61-62]

Dan karena banyaknya umat menyebabkan (cepat bertambahnya) banyaknya umat, dan banyaknya umat merupakan salah satu sebab kemuliaan umat, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala ketika menyebutkan nikmat-Nya kepada Bani Israil.

"Artinya : Dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar" [Al-Isra' : 6]

"Artinya : Dan ingatlah di waktu dahulunya kamu berjumlah sedikit, lalu Allah memperbanyak jumlah kamu" [Al-A'raf : 86]

Dan tidak ada seorangpun mengingkari bahwa banyaknya umat merupakan sebab kemuliaan dan kekuatan suatu umat, tidak sebagaimana anggapan orang-orang yang memiliki prasangka yang jelek, (yang mereka) menganggap bahwa banyaknya umat merupakan sebab kemiskinan dan kelaparan. Jika suatu umat jumlahnya banyak dan mereka bersandar dan beriman dengan janji Allah dan firman-Nya.

"Artinya : Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya" [Hud : 6]

Maka Allah pasti akan mempermudah umat tersebut dan mencukupi umat tersebut dengan karunia-Nya.

Berdasarkan penjelasan ini, jelaslah jawaban pertanyaan di atas, maka tidak sepantasnya bagi seorang wanita untuk mengkonsumsi pil-pil pencegah kehamilan kecuali dengan dua syarat.

[a] Adanya keperluan seperti ; Wanita tersebut memiliki penyakit yang menghalanginya untuk hamil setiap tahun, atau, wanita tersebut bertubuh kurus kering, atau adanya penghalang-penghalang lain yang membahayakannya jika dia hamil tiap tahun.

[b] Adanya ijin dari suami. Karena suami memiliki hak atas istri dalam masalah anak dan keturunan. Disamping itu juga harus bermusyawarah dengan dokter terpercaya di dalam masalah mengkonsumsi pil-pil ini, apakah mmakaiannya membahayakan atau tidak.

Jika dua syarat di atas dipenuhi maka tidak mengapa mengkonsumsi pil-pil ini, akan tetapi hal ini tidak boleh dilakukan terus menerus, dengan cara mengkonsumsi pil pencegah kehamilan selamanya misalnya, karena hal ini berarti memutus keturunan.

Adapun point kedua dari pertanyaan di atas maka jawabannya adalah sebagai berikut : Pembatasan keturunan adalah perkara yang tidak mungkin ada dalam kenyataan karena masalah hamil dan tidak, seluruhnya di tangan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Jika seseorang membatasi jumlah anak dengan jumlah tertentu, maka mungkin saja seluruhnya mati dalam jangka waktu satu tahun, sehingga orang tersebut tidak lagi memiliki anak dan keturunan. Masalah pembatas keturunan adalah perkara yang tidak terdapat dalam syari'at Islam, namun pencegahan kehamilan secara tegas dihukumi sebagaimana keterangan di atas.

Adapun pertanyaan ketiga yang berkaitan dengan 'azal ketika berjima' tanpa adanya sebab, maka pendapat para ahli ilmu yang benar adalah tidak mengapa karena hadits dari Jabir Radhiyallahu 'anhu.

"Artinya : Kami melakukan 'azal sedangkan Al-Qur'an masih turun (yakni dimasa nabi Shallallahu 'alihi wa sallam)" [Hadits Shahih Riwayat Abu Dawud 1/320 ; Nasa'i 2/71, Ibnu Hibban no. 1229, Hakim 2/162, Baihaqi 781, Abu nu'aim dalam Al-hilyah 3/61-62]

Seandainya perbuatan itu haram pasti Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarangnya. Akan tetapi para ahli ilmu mengatakan bahwa tidak boleh ber'azal terhadap wanita merdeka (bukan budak) kecuali dengan ijinya, yakni seorang suami tidak boleh ber'azal terhadap istri, karena sang istri memiliki hak dalam masalah keturunan. Dan ber'azal tanpa ijin istri mengurangi rasa nikmat seorang wanita, karena kenikmatan seorang wanita tidaklah sempurna kecuali sesudah tumpahnya air mani suami.

Berdasarkan keterangan ini maka 'azal tanpa ijin berarti menghilangkan kesempurnaan rasa nikmat yang dirasakan seorang istri, dan juga menghilangkan adanya kemungkinan untuk mendapatkan keturunan. Karena ini kami menysaratkan adanya ijin dari sang istri".

[Fatawa Syaikh ibnu Utsaimin Juj 2 hal. 764 dinukil dari Fatawa Li'umumil Ummah]

[As-sunnah edisi 01/Tahun V/2001M/1421H]

Hukum Seputar Keluarga Berencana [KB] 2/3

Oleh
Lajnah Da'imah Lil Ifta
Pertanyaan.
Lajnah Daimah ditanya : "Apa hukum memakai pil-pil pencegah kehamilan untuk wanita-wanita yang sudah bersuami ?"

jawaban.
Seorang istri tidak boleh menggunakan pil pencegah kehamilan karena takut banyak anak, atau karena harus memberikan tambahan belanja. Tetapi boleh menggunakannya untuk mencegah kehamilan dikarenakan.

[a] Adanya penyakit yang membahayakan jika hamil
[b] Dia melahirkan dengan cara yang tidak normal bahkan harus melakukan operasi jika melahirkan dan bahaya-bahaya lain yang serupa dengan hal tersebut.

Maka dalam keadaan seperti ini boleh baginya mengkonsumsi pil pencegah hamil, kecuali jika ia mengetahui dari dokter spesialis bahwa mengkonsumsinya membahayakan si wanita dari sisi lain"

[Fatawa Mar'ah Juz 2 hal 53]

[As-sunnah edisi 01/Tahun V/2001M/1421H]

Hukum Seputar Keluarga Berencana [KB] 1/3

Oeh
Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Apa hukum KB ?

Jawaban.
"Ini adalah permasalahan yang muncul sekarang, dan banyak pertanyaan muncul berkaitan dengan hal ini. Permasalahan ini telah dipelajari oleh Haiah Kibaril Ulama (Lembaga di Saudi Arabia yang beranggotakan para ulama) di dalam sebuah pertemuan yang telah lewat dan telah ditetapkan keputusan yang ringkasnya adalah tidak boleh mengkonsumsi pil-pil untuk mencegah kehamilan.

Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala mensyariatkan untuk hamba-Nya sebab-sebab untuk mendapatkan keuturunan dan memperbanyak jumlah umat. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Nikahilah wanita yang banyak anak lagi penyayang, karena sesungguhnya aku berlomba-lomba dalam banyak umat dengan umat-umat yang lain di hari kiamat dalam riwayat yang lain : dengan para nabi di hari kiamat)". [Hadits Shahih diriwayatkan oleh Abu Daud 1/320, Nasa'i 2/71, Ibnu Hibban no. 1229, Hakim 2/162 (lihat takhrijnya dalam Al-Insyirah hal.29 Adazbuz Zifaf hal 60) ; Baihaqi 781, Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah 3/61-62]

Karena umat itu membutuhkan jumlah yang banyak, sehingga mereka beribadah kepada Allah, berjihad di jalan-Nya, melindungi kaum muslimin -dengan ijin Allah-, dan Allah akan menjaga mereka dan tipu daya musuh-musuh mereka.

Maka wajib untuk meninggalkan perkara ini (membatasi kelahiran), tidak membolehkannya dan tidak menggunakannya kecuali darurat. Jika dalam keadaan darurat maka tidak mengapa, seperti :

[a]. Sang istri tertimpa penyakit di dalam rahimnya, atau anggota badan yang lain, sehingga berbahaya jika hamil, maka tidak mengapa (menggunakan pil-pil tersebut) untuk keperluan ini.

[b]. Demikian juga, jika sudah memiliki anak banyak, sedangkan isteri keberatan jika hamil lagi, maka tidak terlarang mengkonsumsi pil-pil tersebut dalam waktu tertentu, seperti setahun atau dua tahun dalam masa menyusui, sehingga ia merasa ringan untuk kembali hamil, sehingga ia bisa mendidik dengan selayaknya.

Adapun jika penggunaannya dengan maksud berkonsentrasi dalam berkarier atau supaya hidup senang atau hal-hal lain yang serupa dengan itu, sebagaimana yang dilakukan kebanyakan wanita zaman sekarang, maka hal itu tidak boleh".

[Fatawa Mar'ah, dikumpulkan oleh Muhammad Al-Musnad, Darul Wathan, cetakan pertama 1412H]


Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : "Ada seorang wanita berusia kurang lebih 29 tahun, telah memiliki 10 orang anak. Ketika ia telah melahirkan anak terakhir ia harus melakukan operasi dan ia meminta ijin kepada suaminya sebelum operasi untuk melaksanakan tubektomi (mengikat rahim) supaya tidak bisa melahirkan lagi, dan disamping itu juga disebabkan masalah kesehatan, yaitu jika ia memakai pil-pil pencegah kehamilan akan berpengaruh terhadap kesehatannya. Dan suaminya telah mengijinkan untuk melakukan operasi tersebut. maka apakah si istri dan suami mendapatkan dosa karena hal itu ?"

Jawaban.
Tidak mengapa ia melakukan operasi/pembedahan jika para dokter (terpercaya) menyatakan bahwa jika melahirkan lagi bisa membahayakannya, setelah mendapatkan ijin dari suaminya.


[Fatawa Mar'ah Muslimah Juz 2 hal. 978, Maktabah Aadh-Waus Salaf, cet ke 2. 1416H]

[Disalin ulang dari Majalah edisi 01/Tahun V/2001M.]

Saturday, March 12, 2011

Hukum Sesuatu Yang Tidak Terdapat Dalam Al-Qur'an

HUKUM SESUATU YANG TIDAK TERDAPAT DALAM AL-QUR’AN


Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin





Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Sebagian orang melakukan pembenaran terhadap amalan dan perbuatannya yang jahat, seperti merokok atau yang semcamamnya dengan alas an bahwa hal tersebut tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah di dalamnya, maka bagaimana Syaikh menasehati mereka ?

Jawaban
Sesungguhnya merupakan sesuatu hal yang wajib diketahui bahwa agama Islam disyari’atkan sejak diutusnya Nabi hingga datangnya hari kiamat. Seandainya setiap kejadian yang terjadi itu dinashkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka tentulah Al-Qur’an akan menjadi berjilid-jilid tanpa batas, dan As-Sunnah pun akan menjadi seperti itu.

Akan tetapi syariat Islam –salah satu kekhususannya- adalah ia merupakan kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip umum. Dan masuklah ke dalam kaidah dan prinsip umum ini berbagai masalah (juz’iyat) yang tak dapat dihitung kecuali oleh Allah Azza wa Jalla. Maka (dalam masalah rokok ini) hendaklah kita merujuk kepada firman Allah Azza wa Jalla.

“Artinya : Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” [An-Nisa : 29]

Kita merujuk kepada firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya : Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan” [An-Nisa : 5]

Rujuk pula sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Tidak ada kemudharatan dan tidak (boleh) menyebabkan mudharat (kepada orang lain)” [1]

Ini merupakan kaidah-kaidah umum, yang dapat kita terapkan pada masalah rokok dan yang semacamnya.

Maka rokok termasuk sebab yang mematikan, dan merujuklah kepada hasil-hasil penelitian yang memperhatikan masalah ini, berapa banyak yang meninggal akibat mengisap rokok setiap tahunnya ? Dengan demikian, berarti termasuk dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian” [An-Nisa : 29]

Mengisap rokok juga membuang-buang harta, karena seseorang tidak mendapatkan faidah sedikitpun darinya. Dan Allah telah menyebut harta sebagai qiyaam (pendukung) untuk manusia.

“Artinya : Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan” [An-Nisa : 5]

Yang dengannya kalian dapat menegakkan kemaslahatan kalian, maslahat Ad-Din dan dunia, sementara mengisap rokok dan yang semcamnya sama sekali tidak mengandung maslahat secara agama demikian pula secara duniawi

Dan marilah kita merujuk kepada sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Tidak ada mudharat dan tidak (boleh menimpakan) kemudharatan kepada orang lain”

Dan ternyata kita menemukan rokok membahayakan/mendatangkan kemudharatan berdasrkan kesepakatan para dokter saat ini, oleh karena itu sebagian Negara-negara maju telah melarang pengiklanannya di depan umum –walaupun (Negara-negara) itu adalah Negara kafir- karena mengetahui mudharatnya. Dengan demikian rokok termasuk dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Tidak ada kemudharatan dan tidak (boleh) mendatangkan kemudharatan”.

Dan tidak perlu untuk menyebutkan nash (khusus) dalam masalah ini, karena boleh jadi akan terjadi lagi banyak hal yang serupa dengannya.

Dan boleh jadi pada abad-abad pertengahan telah terjadi banyak hal yang tidak kita ketahui, namun salah satu keitimewaan Dinul Islam serta nash-nash syar’i adalah ia berupa kaidah-kaidah umum, yang masuk kedalamnya berbagai masalah yang tak dapat dihitung kecuali oleh Allah hingga tiba hari kiamat.


[Disalin dari kitab Ash-Shahwah Al-Islamiyah Dhawabith wa Taujihat, edisi Indonesia Panduan Kebangkitan Islam, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, terbitan Darul Haq]

Thursday, March 10, 2011

Biarkan Jenggot Anda Tumbuh


Biarkan Jenggot Anda Tumbuh
Abdurrahman bin Muhammad bin Qasim Al ‘Ashimi

Daftar Isi :
1. Dalil-Dalil Wajibnya Memelihara Jenggot Dan Memangkas Kumis.
2. Hukum Memotong, Mencabut, Atau Mencukur Jenggot.
3. Larangan Dan Bahaya Menyerupai Orang Kafir.
4. Pada Diri Rasulullah b Telah Ada Suri Tauladan Yang Baik.
Dalil-Dalil Wajibnya Memelihara Jenggot Dan Memangkas Kumis
Segala puji bagi Allah saja, shalawat dan salam tetap tercurah pada Nabi Muhammad b
yang tidak ada Nabi lagi setelahnya.
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam shahih keduanya dan juga selain mereka :
عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِيِّ قَالَ : خَالِفُوا الْمُشْرِكِيْنَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا
الشَّوَارِبَ. ﴿ البخاري ﴾
Dari Nafi’ dan Ibnu Umar radliyallahu 'anhuma berkata : Telah bersabda Rasulullah b :
“Bedakanlah kalian dengan orang-orang musyrik, yaitu banyakkanlah jenggotmu dan
pangkaslah kumismu.”
وَلَهُمَا عَنْهُ أَيْضًا : أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَوْفُوْا اللِّحَى. وَفِيْ رِوَايَةٍ : انْهَكُوا الشَّوَارِبَ
وَأَعْفُوا اللِّحَى.
Diriwayatkan juga oleh keduanya dari Abdullah bin Umar radliyallahu 'anhuma :
“Pangkaslah kumis kalian dan biarkan jenggot kalian tumbuh.” Dalam suatu riwayat lain :
“Cukurlah kumis kalian dan biarkan tumbuh jenggot kalian.”
PDF created with FinePrint pdfFactory trial version http://www.softwarelabs.com
Maktabah As Sunnah
http://assunnah.cjb.net
[Upaya Meniti Jejak Generasi Terbaik]
2
اللِّحَى ﴾ ﴿ adalah nama rambut yang tumbuh pada kedua pipi dan dagu.
Berkata Ibnu Hajar :
وفروا ﴾ ﴿ dengan tasydid di fak-nya : ﴾ ﴿ وَفِّرُوْا
Berasal dari ﴾ التّوْفِيْرُ ﴿ : Yaitu membiarkan, maksudnya biarkanlah banyak.
Dan ﴾ إِعْفَاءُ اللِّحَى ﴿ : Yaitu biarkanlah sebagaimana adanya.
Adapun perintah untuk menyelisihi orang-orang musyrik sebagaimana dijelaskan oleh hadits
dari Abi Hurairah radliyallahu 'anhu :
“Sesungguhnya orang musyrik itu, mereka membiarkan kumis mereka tumbuh dan
mencukur jenggot mereka. Maka bedakanlah dengan mereka yaitu biarkanlah jenggot
kalian tumbuh dan cukurlah kumis kalian.” (Diriwayatkan oleh Al Bazzar dengan sanad
yang hasan)
Dari Abu Hurairah juga diriwayatkan oleh Muslim :
Rasulullah b bersabda : “Bedakanlah kalian dengan orang-orang Majusi, karena
sesungguhnya mereka (orang-orang Majusi) memendekkan jenggot dan memanjangkan
kumisnya.”
Ibnu Hibban meriwayatkan dari Ibnu Umar radliyallahu 'anhu, dia berkata :
Rasulullah b telah menyebutkan tentang orang-orang Majusi. Beliau bersabda :
“Sesungguhnya mereka memanjangkan kumis dan mencukur jenggot maka bedakanlah
kalian dengan mereka.” Lalu beliau (Rasulullah b) menampakkan pemotongan kumisnya
kepadaku (Ibnu Umar).
Dari Abi Hurairah radliyallahu 'anhu berkata : Telah bersabda Rasulullah b : “Termasuk
fitrah Islam, memotong kumis dan membiarkan jenggot tumbuh. Sesungguhnya orangorang
Majusi membiarkan kumisnya dan mencukur jenggotnya. Maka bedakanlah dengan
mereka, yaitu pangkaslah kumis kalian dan biarkanlah tumbuh jenggot kalian.”
Di dalam Shahih Muslim dari Ibnu Umar radliyallahu 'anhuma dari Nabi b sesungguhnya
beliau bersabda :
PDF created with FinePrint pdfFactory trial version http://www.softwarelabs.com
Maktabah As Sunnah
http://assunnah.cjb.net
[Upaya Meniti Jejak Generasi Terbaik]
3
أُمِرْنَا بِإِحْفَاءِ الشّوَارِبِ وَإِعْفَاءِ اللِّحْيَةِ.
“Kami diperintah untuk memangkas kumis dan membiarkan tumbuh jenggot.”
Diriwayatkan pula oleh Muslim dari Abu Hurairah radliyallahu 'anhu, bersabda Rasulullah b
:
جَزُّوْا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى.
“Potonglah kumis kalian dan panjangkanlah/biarkanlah jenggot kalian.”
Makna ﴾ جَزُّوْا ﴿ dan ﴾ قَصُّوْا ﴿ adalah potonglah.
Dan makna ﴾ أَرْخُوا ﴿ dan ﴾ طَيّلُوْا ﴿ adalah panjangkanlah atau diartikan juga,
biarkanlah.
Hadits-hadits yang diriwayatkan dengan lafadh ﴾ قَصُّوْا = pangkaslah ﴿, maka :
Tidak meniadakan ﴾ اْلإِحْفَاءُ = mencukur ﴿.
Karena sesungguhnya riwayat ﴾ اْلإِحْفَاءُ ﴿ ada di dalam Bukhari-Muslim dan sama
maksudnya.
Dalam suatu riwayat :
أَوْفُوْا اللِّحَى
“Biarkanlah/banyakkanlah jenggot kalian.”
Maksudnya : “Biarkanlah jenggot kalian penuh.”
PDF created with FinePrint pdfFactory trial version http://www.softwarelabs.com
Maktabah As Sunnah
http://assunnah.cjb.net
[Upaya Meniti Jejak Generasi Terbaik]
4
Hukum Memotong, Mencabut, Atau Mencukur Jengot
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah : “Diharamkan mencukur jenggot.”
Berkata Al Qurthubi rahimahullah : “Tidak boleh memotong, mencabut, dan mencukurnya.”
Abu Muhammad Ibnu Hazm menceritakan bahwa menurut ijma’, menggunting kumis dan
membiarkan jenggot tumbuh adalah fardlu dengan dalil hadits Ibnu Umar radliyallahu 'anhu
:
“Bedakanlah kalian dengan orang-orang musyrik, cukurlah kumis dan biarkanlah jenggot
kalian tumbuh.”
Dan dengan hadits Zaid bin Arqam secara marfu’ (sampai kepada Rasulullah b) :
“Barangsiapa yang tidak memotong kumisnya maka bukan termasuk golongan kami.”
(Dishahihkan oleh At Tirmidzi)
Dengan dalil yang lain, Tirmidzi berkata di dalam Al Furu’ : “Bentuk kalimat ini menurut
shahabat kami (yang sepakat dengan Tirmidzi) menunjukkan keharaman.” Dan berkata
pula dalam Al Iqna’ : “Haram mencukur jenggot.”
Diriwayatkan oleh Thabrani dari Ibnu Abbas radliyallahu 'anhuma, Nabi b bersabda :
“Barangsiapa membikin seperti rambut maka tidak ada baginya di sisi Allah bagian.”
Berkata Zamakhsyari : “Maknanya membikin rambut seperti yang asli (rambut palsu, ed.),
yaitu dengan mencabutnya atau mencukurnya dari kedua pipi atau merubahnya dengan
menghitamkan.”
Berkata pula Zamakhsyari dalam An Nihayah :
مَثّلَ بِالشّعْرِ ﴾“ ﴿ : Yaitu mencukurnya dari kedua pipi dan dikatakan mencabutnya atau
merubahnya dengan hitam.
PDF created with FinePrint pdfFactory trial version http://www.softwarelabs.com
Maktabah As Sunnah
http://assunnah.cjb.net
[Upaya Meniti Jejak Generasi Terbaik]
5
Larangan Dan Bahaya Menyerupai Orang Kafir
Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Abi Hurairah radliyallahu 'anhu, dia berkata :
Telah bersabda Rasulullah b : “Biarkanlah jenggot kalian tumbuh dan cukurlah kumis
kalian dan janganlah kalian menyerupai orang-orang yahudi dan nashara.”
Al Bazzar telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas radliyallahu 'anhuma secara marfu' :
“Janganlah kalian menyerupai orang-orang Ajam, biarkanlah tumbuh jenggot kalian.”
Abu Daud meriwayatkan dari Ibnu Umar radliyallahu 'anhu dia berkata :
Telah bersabda Rasulullah b : “Barangsiapa menyerupai dengan suatu kaum maka dia
termasuk golongan mereka.”
Dan riwayat Abu Daud dari Amr bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya dari Rasulullah b,
Nabi b bersabda :
“Bukanlah termasuk golongan kami barangsiapa yang menyerupai selain kami, janganlah
kalian menyerupai orang-orang yahudi dan nashara.”
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah : “Maka bedakanlah diri dengan
mereka (yahudi dan nashara)! Adalah perintah yang dikehendaki oleh pembuat syariat
(Allah).”
Penyerupaan pada dhahir akan berpengaruh/menimbulkan kasih, cinta, dan kesetiaan
dalam batin sebagaimana kecintaan dalam batin akan berpengaruh/menimbulkan
penyerupaan dalam dhahir dan ini adalah masalah yang nyata, baik secara perasaan atau
dalam praktik nyata.
Penyerupaan dengan mereka pada perkara yang tidak disyariatkan bisa jadi sampai pada
pengharaman atau termasuk dosa dari dosa-dosa besar (Al Kabair) dan terjadinya kekafiran
sesuai dengan dalil syar'iyyah.
Sungguh Al Qur'an dan As Sunnah serta ijma' telah menunjukkan perintah untuk
menyelisihi orang-orang kafir dan melarang menyerupai mereka secara keseluruhan.
Suatu perkara yang diduga sebagai tempat terjadinya kerusakan yang terselubung (dimana
hal tersebut) tidak ditegaskan (oleh syar'i) berarti ketetapan hukumnya dikaitkan pada
perkara di atas dan dalil tentang pengharamannya telah mengena (tidak terlepas) dari
masalah tersebut. Maka menyerupai mereka dalam bentuk dhahir merupakan penyebab
penyerupaan dalam akhlak, perbuatan-perbuatan yang tercela, bahkan sampai pada i'tiqad
PDF created with FinePrint pdfFactory trial version http://www.softwarelabs.com
Maktabah As Sunnah
http://assunnah.cjb.net
[Upaya Meniti Jejak Generasi Terbaik]
6
(keyakinan). Sedang pengaruh dari yang demikian itu tidak ditegaskan (oleh syar'i). Dan
kerusakan itu sendiri --yang dihasilkan dari sikap penyerupaan-- terkadang hal tersebut
tidak nampak dan terkadang sulit (untuk dihindari) atau tidak mudah untuk dihilangkan.
Maka segala sesuatu yang menyebabkan pada kerusakan (fasaad), pembuat syariat (Allah
‘Azza wa Jalla) mengharamkannya.
Dan diriwayatkan oleh Ibnu Umar radliyallahu 'anhu :
“Barangsiapa yang menyerupai mereka sampai meninggal (mati) dia akan dibangkitkan
bersama mereka.”
Tirmidzi meriwayatkan bahwa Rasulullah b bersabda :
“Bukanlah termasuk golongan kami barangsiapa yang menyerupai selain kami, janganlah
kalian menyerupai orang-orang yahudi dan nashrani. Sesungguhnya cara salamnya orangorang
yahudi dengan isyarat jari-jemari dan cara salamnya orang-orang nashrani dengan
telapak tangan.”
Ada tambahan dari sisi Thabrani :
“Janganlah kalian mencukur jambul (rambut yang tumbuh di kepala bagian depan),
pangkaslah kumis kalian, dan biarkanlah jenggot kalian tumbuh.”
Umar radliyallahu 'anhu memberi syarat (tanda) atas orang-orang kafir dzimmah supaya
mencukur rambut yang tumbuh di kepala bagian depan untuk membedakan mereka dengan
orang-orang Muslim. Maka barangsiapa mengerjakan yang demikian itu, sungguh telah
menyerupai mereka.
Di dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan :
“Sesungguhnya Rasulullah b melarang dari Al Qazu', yaitu mencukur rambut di kepala
sebagian dan meninggalkannya sebagian.”
Dari Ibnu Umar radliyallahu 'anhu :
“Tentang (mencukur rambut) kepala, cukurlah keseluruhan atau tinggalkanlah.”
(Diriwayatkan oleh Abu Daud)
Mencukur rambut pada bagian belakang dari kepala (tengkuk) tidak boleh bagi orang yang
tidak mencukur rambutnya keseluruhan dan tidak ada suatu kepentingan dengan
mencukurnya itu. Karena yang demikian itu termasuk perbuatan orang-orang majusi. Dan
barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongan mereka.
Telah meriwayatkan Ibnu ‘Assakir dari Umar radliyallahu 'anhu :
PDF created with FinePrint pdfFactory trial version http://www.softwarelabs.com
Maktabah As Sunnah
http://assunnah.cjb.net
[Upaya Meniti Jejak Generasi Terbaik]
7
“Mencukur rambut pada bagian belakang kepala (tengkuk) bukan karena berbekam adalah
perbuatan majusi.”
Allah Subhanahu Wa Ta’ala mencegah untuk mengikuti hawa nafsu mereka. Maka Allah
Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
“Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya
(sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia)
dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.” (QS. Al Maidah : 77)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman kepada Nabi b :
“Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu,
sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang dhalim.” (QS. Al
Baqarah : 145)
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah : “Mengikuti mereka pada perkara
yang mereka khususkan dari agama mereka. Dan mengikuti agama mereka berarti
mengikuti hawa nasfu mereka.”
Ibnu Abi Syaibah telah meriwayatkan bahwasanya salah seorang dari majusi datang kepada
Rasulullah b, dia sungguh telah mencukur jenggotnya dan memanjangkan kumisnya. Maka
bertanya Rasulullah b pada orang tersebut, apa yang menyebabkan berbuat demikian, dia
menjawab : “Ini agama kami.” Bersabda Rasulullah b (adalah jenggot beliau penuh dari
sini sampai sini dan menunjuk tangannya pada Rasulullah b) : “Akan tetapi pada agama
kami, yaitu memangkas kumis dan membiarkan jenggot tumbuh.”
Harits bin Abi Usamah telah mengeluarkan dari Yahya bin Katsir, dia berkata : Telah datang
seorang laki-laki 'ajam ke masjid dan sungguh dia telah memanjangkan kumisnya dan
menggunting jenggotnya. Maka bersabda (bertanya) Rasulullah b pada orang tersebut :
“Apa yang membawa kamu (menyuruh kamu) atas ini?” Maka orang tersebut menjawab :
“Sesungguhnya rab (raja) saya yang memerintah saya dengan ini.” Maka Rasulullah b
bersabda : “Sesungguhnya Allah telah memerintahkan agar memanjangkan jenggot dan
memangkas kumis saya.”
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Zaid bin Habib kisahnya dua utusan kisra (kaisar), berkata
Zaid bin Habib : Telah masuk dua utusan tersebut kepada Rasulullah b dan sungguh
keduanya telah mencukur jenggot dan memelihara kumisnya, maka Rasulullah b
memandang dengan benci kepada keduanya dan bersabda : “Celakalah kalian berdua.
Siapakah yang menyuruh kalian dengan ini.” Kedua orang tersebut menjawab : “Yang
memerintahkan kami adalah rab kami (yaitu kaisar).”
Maka bersabdalah Rasulullah b :
PDF created with FinePrint pdfFactory trial version http://www.softwarelabs.com
Maktabah As Sunnah
http://assunnah.cjb.net
[Upaya Meniti Jejak Generasi Terbaik]
8
“Akan tetapi Rabbku memerintahkan untuk memelihara jenggotku dan memotong
kumisku.”
Muslim meriwayatkan dari Jarir radliyallahu 'anhu, ia berkata :
“Adalah Rasulullah b banyak rambut jenggotnya.”
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Umar radliyallahu 'anhu : “(Rasulullah b) itu tebal
jenggotnya.” Dan dalam suatu riwayat : “Banyak jenggotnya.” Dan dalam riwayat lain :
“Lebat jenggotnya.”
Dari Anas radliyallahu 'anhu : “Adalah Rasulullah b, jenggotnya penuh dari sini sampai sini
--menunjuk dengan tangannya pada lebarnya--.”
Sebagian ahli ilmu membolehkan (memberikan keringanan) dalam masalah mengambil
(memotong) jenggot yang lebih dari genggaman dengan dasar yang dilakukan oleh Ibnu
Umar radliyallahu 'anhu1. Namun kebanyakan ulama membencinya (mengambil yang lebih
dari genggaman). Dan ini sudah jelas dengan (keterangan) yang terdahulu.
Berkata Imam Nawawi rahimahullah : “Yang terpilih yaitu membiarkan atas keadaannya,
yakni tidak memendekkan sesuatu dari jenggot secara asal.”
Al Khatib telah mengeluarkan dari Abi Said radliyallahu 'anhu bahwa : Bersabda Rasulullah
b : “Janganlah salah satu di antara kalian memotong dari panjang jenggotnya.”
Dalam kitab Ad Darul Mukhtar disebutkan : “Adapun memotong dari jenggot itu bukan
menggenggam sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Maghrib dan para banci dari
kaum laki-laki, maka tidak seorang pun yang membolehkannya.”
1 Hujjah ada dalam riwayat, bukan pada pendapatnya. Tidak ragu lagi bahwa sabda Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam dan perbuatannya lebih benar dan lebih utama untuk diikuti daripada perkataan dan
perbuatan selain beliau dari manusia yang ada ini. Dengarkanlah salah satu dari kasetnya Al Allamah Al
Muhaddits Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani tentang bahasan ini.
PDF created with FinePrint pdfFactory trial version http://www.softwarelabs.com
Maktabah As Sunnah
http://assunnah.cjb.net
[Upaya Meniti Jejak Generasi Terbaik]
9
Pada Diri Rasulullah b Ada Suri Tauladan Yang Baik
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab : 21)
Dan Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :
“Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia dan apa yang dilarangnya
bagimu maka tinggalkanlah.” (QS. Al Hasyr : 7)
Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu
berpaling daripada-Nya sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya). Dan janganlah
kamu menjadi orang-orang (munafik) yang berkata : “Kami mendengarkan.” Padahal
mereka tidak mendengarkan.” (QS. Al Anfal : 20-21)
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan
atau ditimpa adzab yang pedih.” (QS. An Nur : 63)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti
jalan yang bukan jalan orang-orang Mukmin. Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan
yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan dia ke dalam jahanam dan jahanam itu
seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An Nisa' : 115)
Allah ‘Azza wa Jalla memperindah para laki-laki dengan jenggot. Dan diriwayatkan termasuk
tasbihnya para Malaikat :
“Maha Suci (Allah) yang telah menghiasi orang laki-laki dengan jenggot.”
Dikatakan di dalam At Tamhid :
“Haram mencukur jenggot, tidaklah ada yang berbuat demikian (mencukur jenggot) kecuali
banci dari (kalangan) laki-laki.”
Imam Nawawi rahimahullah dan yang lain berkata :
· Jenggot adalah perhiasan laki-laki dan merupakan kesempurnaan ciptaan.
· Dengan jenggot, Allah membedakan antara laki-laki dan perempuan dan termasuk
tanda-tanda kesempurnaan, maka mencabut pada awal tumbuhnya adalah
PDF created with FinePrint pdfFactory trial version http://www.softwarelabs.com
Maktabah As Sunnah
http://assunnah.cjb.net
[Upaya Meniti Jejak Generasi Terbaik]
10
menyerupai anak laki-laki yang belum tumbuh jenggotnya dan merupakan
kemungkaran yang besar.
· Demikian juga mencukur, menggunting, atau menghilangkan dengan obat penghilang
rambut termasuk kemungkaran yang paling jelas dan kemaksiatan yang tampak
nyata, menyelisihi perintah Rasulullah b serta terjerumus kepada perkara yang
Rasulullah b melarangnya.
Telah berkata dan bersaksi bahwa seorang laki-laki yang mencabut rambut di bawah
bibirnya di sisi Umar bin Abdul Aziz maka beliau menolak persaksiannya. Umar bin
Khaththab radliyallahu 'anhu dan Ibnu Abi Layla (seorang qadli di Madinah) menolak
persaksian semua orang yang mencabut jenggotnya. Berkata Abu Syamah : “Sungguh telah
terjadi pada suatu kaum yang mereka itu mencukur jenggotnya dan kejadian ini lebih parah
dari apa-apa yang terdapat pada Majusi (yang mereka itu memendekkan jenggot dan
memanjangkan kumisnya) disebabkan mereka mencukur jenggotnya.”
Ini pada jaman Abu Syamah rahimahullah, bagaimana seandainya jika beliau melihat masa
sekarang (dimana) lebih banyak orang yang melakukannya.
Apa yang menimpa mereka? Dilaknati Allah-lah mereka. Maka bagaimana mereka
berpaling?
Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan mereka mencontoh Rasul-Nya sementara mereka
menyelisihinya dan mereka bermaksiat kepadanya. Mereka mencontoh orang-orang Majusi
dan orang-orang kafir. Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan mereka agar taat kepada Rasul-
Nya dan sungguh telah bersabda Rasulullah b :
أعْفُو اللِّحَى
“Peliharalah jenggot.”
Sementara mereka bermaksiat kepada Rasulullah b dan mereka bermaksud dengan
sengaja mencukur jenggotnya.
Rasulullah b memerintahkan untuk mencukur kumis, mereka memanjangkannya, mereka
melakukan yang sebaliknya. Mereka bermaksiat kepada Allah ‘Azza wa Jalla secara terangterangan
dengan melakukan apa yang tidak tepat pada tempatnya.
Dan yang Allah ‘Azza wa Jalla memperindah dengannya adalah paling mulia dan indahnya
sesuatu dari manusia.
“Maka apakah orang yang dijadikan (syaithan) menganggap pekerjaannya yang buruk itu
baik (sama dengan orang yang tidak ditipu syaithan)? Maka sesungguhnya Allah
PDF created with FinePrint pdfFactory trial version http://www.softwarelabs.com
Maktabah As Sunnah
http://assunnah.cjb.net
[Upaya Meniti Jejak Generasi Terbaik]
11
menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya.”
(QS. Faathir : 8)
Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada Engkau dari butanya hati, kotornya dosadosa,
kehinaan dunia, dan siksa akhirat.
“Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah orangorang
pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apa pun. Kalau kiranya Allah mengetahui
kebaikan ada pada mereka tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. Dan
jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar niscaya mereka pasti berpaling juga
sedang mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu).” (QS. Al Anfal : 22-
23)
Dan dalam hal ini cukuplah bagi orang yang mempunyai hati dan mendengarkan serta dia
dalam keadaan menyaksikan.
Firman Allah ‘Azza wa Jalla :
“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka dialah yang mendapat petunjuk dan
barangsiapa yang disesatkan-Nya maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpin
pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.” (QS. Al Kahfi : 17)
وَاللهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَّاب
وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ
PDF created with FinePrint pdfFactory trial version http://www.softwarelabs.com