Wednesday, March 16, 2011

TAUHID DALAM PENGHAMBAAN DAN TUJUAN [TAUHID ULUHIYAH]

Oleh
Dr. Nashir Ibn Abdul Karim Al 'Aql
[1]. Allah Ta'ala Maha Esa. Tidak ada seorang pun yang menjadi sekutu bagi-Nya, baik dalam ciptaan dan kekuasaanNya, dalam penghambaan dan pengabdian kepadaNya, serta dalam asma dan sifatNya. Dia-lah Rabb Semesta Alam. Hanya Dia sendiri yang berhak dengan segala macam ibadah.

[2]. Mempersembahkan ibadah, seperti berdoa, meminta perlindungan, memohon pertolongan, bernazar, menyembelih kurban, tawakal, takut, berharap dan mencintai selain kepada Allah Ta'ala adalah perbuatan syirik, meskipun perbuatan itu dilakukan kepada malaikat, seorang nabi utusan, atau kepada hambaNya yang shaleh.

[3]. Salah satu sendi utama ibadah ialah beribadah kepada Allah dengan penuh rasa cinta, rasa takut dan penuh harap dengan menyeluruh. Beribadah kepada Allah dengan sebagian daripadanya tanpa yang lain, juga kesesatan.

Salah seorang ulama mengatakan: "Barangsiapa yang beribadah kepada Allah hnya dengan rasa cinta maka dia seorang zindiq (orang yang sesat dalam agama dan menyimpang dari jalan kebenaran). Barangsiapa yagn beribadah kepada Allah hanya dengan rasa takut maka dia adalah seorang haruri [1] , dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan penuh harapan maka dia adalah seorang murji' [2]."

[4]. Patuh, tunduk dan taat secara mutlak kepada Allah dan rasulNya, Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam. Iman kepada Allah sebagai Hakim termasuk iman kepada-Nya sebagai Rabb dan Sesembahan. Tidak ada sekutu bagiNya dalam hukum dan perintahNya. Penerapan hukum yang tidak diijinkan Allah, berhukum kepada thaghut [3], mengikuti selain syariat Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam dan merubah sesuatu darinya adalah kufur. Siapa yang mengatakan, seseorang boleh keluar dari syariatnya maka dia kafir.

[5]. Menggunakan hukum yang bukan dari Allah adalah kufur akbar, yang bisa ; menyebabkan seseorang keluar dari Islam; dan bisa juga termasuk kufur duna kufrin yakni kufur yang tidak menyebabkan keluar dari Islam.

Kufur akbar terjadi bila patuh dan tunduk kepada hukum selain hukum Allah, atau menginjinkan penggunaan hukum tersebut. Sedangkan kufur duna kufrin, bila tidak menggunakan hukum Allah dalam suatu kejadian tertentu karena menuruti hawa nafsu, tetapi secara umum ia masih tetap patuh kepada hukum Allah.

[6]. Pembagian agama pada hakikat yang dikhususkan untuk orang-orang tertentu dan syariat yang hanya wajib diikuti orang-orang awam saja serta melakukan pemisahan urusan politik atau urusan lainnya dari agama adalah tindakan batil (tidak benar). Apapun yang bertentangan dengan syari;at, baik hakikat, politik maupun perkara lainnya maka hukumnya bisa kufur dan bisa pula sesat, sesuai dengan tingkatannya.

[7]. Tidak ada seroang pun yang dapat mengetahui sesuatu yang ghaib selain Allah Ta'ala semata. Mempercayai ada seseorang selain Allah yang dapat mengetahui hal-hal ghaib adalah perbuatan kufur, sekalipun dia mengimani bahwa Allah yang memberitahukan sebagian dari perkara ghaib kepada sebagian rasulNya.

[8]. Percaya kepada ahli nujum dan para dukun adalah kufur, sedangkan mendatangi dan pergi ke tempat mereka adalah dosa besar.

[9]. Wasilah yang diperintahkan di dalam Al Qur'an ialah apa yang mendekatkan seseorang kepada Allah Ta'ala, yaitu berupa amal ketaatan yang disyariatkan. Adapun tawassul (mendekatkan diri kepada Allah dengan cara tertentu ) ada tiga macam:

[a] Masyru' yaitu tawassul kepada Allah Ta'ala dengan asma dan sifat-Nya, dengan amal shaleh yang dikerjakannya, atau melalui doa orang shaleh yang masih hidup.

[b] Bid'ah yaitu mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala dengan cara yang tidak disebutkan dalam syari'at, seperti tawassul dengan pribadi para nabi dan orang-orang shaleh, dengan kedudukan mereka, kehormatan mereka, dan sebagainya.

[c] Syirik bila menjadikan orang-orang yang sudah meninggal sebagai perantara dalam ibadah, termasuk berdo'a kepada mereka, meminta hajat dan memohon pertolongan kepada mereka.

[10]. Berkah berasal dari Allah Ta'ala. Namun Allah mengkhususkan sebagian berkahNya kepada seorang hamba atau sesuatu makhluk yang dikehendakiNya. Oleh karena itu, seseorang atau sesuatu makhluk tidak boleh dinyatakan mempunyai berkah kecuali berdasarkan dengan dalil. Berkah artinya kebaikan yang banyak atau kebaikan yang tetap dan tidak hilang. Waktu-waktu yang mengandung keberkahan seperti malam lailatul Qadar. Adapun tempat yang ada berkahnya seperti masjid Al Haram, mesjid Nabawi dan masjid Al Aqsha. Benda yang ada berkahnya seperti air zamzam. Amal yang ada berkahnya adalah setiap amal shaleh yang diberkahi, dan pribadi yang ada berkahnya adalah seperti para nabi. Kita tidak boleh meminta berkah kepada manusia dan peninggalan mereka, kecuali kepada pribadi dan peninggalan nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam karena dalil yang ada hanya menyatakan demikian. Namun hal ini tidak berlaku lagi setelah wafatnya dan hilangnya barang peninggalan beliau.

[11]. Tabarruk (meminta berkah) termasuk perkara yang berdasarkan nash. Untuk itu tidak boleh tabarruk kepada sesuatu kecuali pada hal yang telah dinyatakan oleh dalil.

[12]. Mengenai pervbuatan yang dilakukan orang di kuburan dan ketika ziarah kubur ada tiga macam:

[a]. Masyru', yaitu ziarah kubur dengan tujuan untuk mengingat akhirat, untuk memberikan salam kepada ahli kubur dan mendoakan mereka.

[b]. Bid'ah, tidak sesuai dengan kesempurnaan tauhid. Ini merupakan salah satu sarana berbuat syirik, misalnya ziarah ke kuburan dengan tujuan untuk beribadah kepada Allah dan mendekatkan diri kepadaNya, atau bertujuan untuk mendapat berkah, menghadiakan pahala kepada ahli kubur, membuat bangunan di atas kuburan, mengecatnya dan memberinya lampu penerang. Juga termasuk perbuatan bid'ah bila menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah dan sengaja bepergian jauh untuk mengunjunginya. Masih banyak perbuatan lain yang dinyatakan telah terlarang dan tidak mempunyai dasar hukum dalam syariat.

[c]. Syirik bertentangan dengan tauhid, misalnya mempersembahkan salah satu macam ibadah kepada ahli kubur, sperti berdoa kepadanya sebagaimana layaknya kepada Allah meminta bantuan dan pertolongannya, bertawaf di sekelilingnya, menyembelih kurban dan bernazar untuknya, dan lain sebagainya.

[13]. Sesuatu yang menjadi wasa'il (sarana) dihukumi berdasarkan tujuan dan sasaran. Setiap sesuatu yang menjadi sarana menuju syirik dalam ibadah kepada Allah atau menjadi sarana menuju ibadah kepada Allah atau menjadi sarana menuju bidok'ah maka wajib dihentikan dan dilarang. Setiap perkara baru (yang tidak ada dasarnya) dalam agama adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah kesesatan.


[Disalin dari buku Mujmal Ushul Ahlis Sunnah wal Jama'ah fi Al 'Aqidah edisi Indonesia PRINSIP-PRINSIP AQIDAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH, oleh Dr. Nashir bin Abdul Karim Al 'Aql, Penerbit GIP Jakarta]
_________
Foote Note
[1] Haruri adalah seorang pengikut haruriyah, salah satu sekte dalam aliran khawarij yang mengatakan bahwa pelaku dosa besar adalah kafir dan di akhirat kekal di dalam neraka.
[2] Murji' adalah seorang pengikut murji'ah, yaitu kelompok yang berpendapat bahwa amal tidak termasuk dalam kriteria iman dan iman tidak bertambah juga tidak berkurang. Mereka mengatakan, suatu dosa tidak berbahaya selama ada iman, sebagaimana suatu ketaatan tidak berguna selama ada kekafiran.
[3] Thaghut adalah segala yang diperlakukan secara melampaui batas yang telah ditentukan Allah, misalnya dengan disembah, ditaati dan dipatuhi.

Hukum Seputar Keluarga Berencana [KB] 3/3

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Seorang ikhwan bertanya hukum KB tanpa udzur, dan adakah Udzur yang membolehkannya?"

Jawaban.
Para ulama telah menegaskan bahwa memutuskan keturunan sama sekali adalah haram, karena hal tersebut bertentangan dengan maksud Nabi mensyari'atkan pernikahan kepada umatnya, dan hal tersebut merupakan salah satu sebab kehinaan kaum muslimin. Karena jika kaum muslimin berjumlah banyak, (maka hal itu) akan menimbulkan kemuliaan dan kewibawaaan bagi mereka. Karena jumlah umat yang banyak merupakan salah satu nikmat Allah kepada Bani Israil.

"Artinya : Dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar" [Al-Isra : 6]

"Artinya : Dan ingatlah di waktu dahulunya kamu berjumlah sedikit, lalu Allah memperbanyak jumlah kamu' [Al-A'raf : 86]

Kenyataanpun mennguatkan pernyataan di atas, karena umat yang banyak tidak membutuhkan umat yang lain, serta memiliki kekuasaan dan kehebatan di depan musuh-musuhnya. Maka seseorang tidak boleh melakukan sebab/usaha yang memutuskan keturunan sama sekali. Allahumma, kecuali dikarenakan darurat, seperti :

[a] Seorang Ibu jika hamil dikhawatirkan akan binasa atau meninggal dunia, maka dalam keadaan seperti inilah yang disebut darurat, dan tidak mengapa jika si wanita melakukan usaha untuk mencegah keturunan. Inilah dia udzur yang membolehkan mencegah keturunan.

[b] Juga seperti wanita tertimpa penyakit di rahimnya, dan ditakutkan penyakitnya akan menjalar sehingga akan menyebabkan kematian, sehingga rahimnya harus diangkat, maka tidak mengapa.

[Fatawa Al-Mar'ah Al-Muslimah Juz 2 hal. 974-975]


Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Kapan seorang wanita diperbolehkan memakai pil-pil pencegah kehamilan, dan kapan hal itu diharamkan ? Adakah nash yang tegas atau pendapat di dalam fiqih dalam masalah KB? Dan bolehkah seorang muslim melakukan azal kerika berjima tanpa sebab?"

Jawaban.
Seyogyanya bagi kaum msulimin untuk memperbanyak keturunan sebanyak mungkin, karena hal itu adalah perkara yang diarahkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabdanya.

"Artinya : Nikahilah wanita yang penyayang dan banyak anak karena aku akan berlomba dalam banyak jumlahnya umat" [Hadits Shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud 1/320, Nasa'i 2/71, Ibnu Hibban no. 1229, Hakim 2/162, Baihaqi 781, Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah 3/61-62]

Dan karena banyaknya umat menyebabkan (cepat bertambahnya) banyaknya umat, dan banyaknya umat merupakan salah satu sebab kemuliaan umat, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala ketika menyebutkan nikmat-Nya kepada Bani Israil.

"Artinya : Dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar" [Al-Isra' : 6]

"Artinya : Dan ingatlah di waktu dahulunya kamu berjumlah sedikit, lalu Allah memperbanyak jumlah kamu" [Al-A'raf : 86]

Dan tidak ada seorangpun mengingkari bahwa banyaknya umat merupakan sebab kemuliaan dan kekuatan suatu umat, tidak sebagaimana anggapan orang-orang yang memiliki prasangka yang jelek, (yang mereka) menganggap bahwa banyaknya umat merupakan sebab kemiskinan dan kelaparan. Jika suatu umat jumlahnya banyak dan mereka bersandar dan beriman dengan janji Allah dan firman-Nya.

"Artinya : Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya" [Hud : 6]

Maka Allah pasti akan mempermudah umat tersebut dan mencukupi umat tersebut dengan karunia-Nya.

Berdasarkan penjelasan ini, jelaslah jawaban pertanyaan di atas, maka tidak sepantasnya bagi seorang wanita untuk mengkonsumsi pil-pil pencegah kehamilan kecuali dengan dua syarat.

[a] Adanya keperluan seperti ; Wanita tersebut memiliki penyakit yang menghalanginya untuk hamil setiap tahun, atau, wanita tersebut bertubuh kurus kering, atau adanya penghalang-penghalang lain yang membahayakannya jika dia hamil tiap tahun.

[b] Adanya ijin dari suami. Karena suami memiliki hak atas istri dalam masalah anak dan keturunan. Disamping itu juga harus bermusyawarah dengan dokter terpercaya di dalam masalah mengkonsumsi pil-pil ini, apakah mmakaiannya membahayakan atau tidak.

Jika dua syarat di atas dipenuhi maka tidak mengapa mengkonsumsi pil-pil ini, akan tetapi hal ini tidak boleh dilakukan terus menerus, dengan cara mengkonsumsi pil pencegah kehamilan selamanya misalnya, karena hal ini berarti memutus keturunan.

Adapun point kedua dari pertanyaan di atas maka jawabannya adalah sebagai berikut : Pembatasan keturunan adalah perkara yang tidak mungkin ada dalam kenyataan karena masalah hamil dan tidak, seluruhnya di tangan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Jika seseorang membatasi jumlah anak dengan jumlah tertentu, maka mungkin saja seluruhnya mati dalam jangka waktu satu tahun, sehingga orang tersebut tidak lagi memiliki anak dan keturunan. Masalah pembatas keturunan adalah perkara yang tidak terdapat dalam syari'at Islam, namun pencegahan kehamilan secara tegas dihukumi sebagaimana keterangan di atas.

Adapun pertanyaan ketiga yang berkaitan dengan 'azal ketika berjima' tanpa adanya sebab, maka pendapat para ahli ilmu yang benar adalah tidak mengapa karena hadits dari Jabir Radhiyallahu 'anhu.

"Artinya : Kami melakukan 'azal sedangkan Al-Qur'an masih turun (yakni dimasa nabi Shallallahu 'alihi wa sallam)" [Hadits Shahih Riwayat Abu Dawud 1/320 ; Nasa'i 2/71, Ibnu Hibban no. 1229, Hakim 2/162, Baihaqi 781, Abu nu'aim dalam Al-hilyah 3/61-62]

Seandainya perbuatan itu haram pasti Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarangnya. Akan tetapi para ahli ilmu mengatakan bahwa tidak boleh ber'azal terhadap wanita merdeka (bukan budak) kecuali dengan ijinya, yakni seorang suami tidak boleh ber'azal terhadap istri, karena sang istri memiliki hak dalam masalah keturunan. Dan ber'azal tanpa ijin istri mengurangi rasa nikmat seorang wanita, karena kenikmatan seorang wanita tidaklah sempurna kecuali sesudah tumpahnya air mani suami.

Berdasarkan keterangan ini maka 'azal tanpa ijin berarti menghilangkan kesempurnaan rasa nikmat yang dirasakan seorang istri, dan juga menghilangkan adanya kemungkinan untuk mendapatkan keturunan. Karena ini kami menysaratkan adanya ijin dari sang istri".

[Fatawa Syaikh ibnu Utsaimin Juj 2 hal. 764 dinukil dari Fatawa Li'umumil Ummah]

[As-sunnah edisi 01/Tahun V/2001M/1421H]

Hukum Seputar Keluarga Berencana [KB] 2/3

Oleh
Lajnah Da'imah Lil Ifta
Pertanyaan.
Lajnah Daimah ditanya : "Apa hukum memakai pil-pil pencegah kehamilan untuk wanita-wanita yang sudah bersuami ?"

jawaban.
Seorang istri tidak boleh menggunakan pil pencegah kehamilan karena takut banyak anak, atau karena harus memberikan tambahan belanja. Tetapi boleh menggunakannya untuk mencegah kehamilan dikarenakan.

[a] Adanya penyakit yang membahayakan jika hamil
[b] Dia melahirkan dengan cara yang tidak normal bahkan harus melakukan operasi jika melahirkan dan bahaya-bahaya lain yang serupa dengan hal tersebut.

Maka dalam keadaan seperti ini boleh baginya mengkonsumsi pil pencegah hamil, kecuali jika ia mengetahui dari dokter spesialis bahwa mengkonsumsinya membahayakan si wanita dari sisi lain"

[Fatawa Mar'ah Juz 2 hal 53]

[As-sunnah edisi 01/Tahun V/2001M/1421H]

Hukum Seputar Keluarga Berencana [KB] 1/3

Oeh
Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Apa hukum KB ?

Jawaban.
"Ini adalah permasalahan yang muncul sekarang, dan banyak pertanyaan muncul berkaitan dengan hal ini. Permasalahan ini telah dipelajari oleh Haiah Kibaril Ulama (Lembaga di Saudi Arabia yang beranggotakan para ulama) di dalam sebuah pertemuan yang telah lewat dan telah ditetapkan keputusan yang ringkasnya adalah tidak boleh mengkonsumsi pil-pil untuk mencegah kehamilan.

Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala mensyariatkan untuk hamba-Nya sebab-sebab untuk mendapatkan keuturunan dan memperbanyak jumlah umat. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Nikahilah wanita yang banyak anak lagi penyayang, karena sesungguhnya aku berlomba-lomba dalam banyak umat dengan umat-umat yang lain di hari kiamat dalam riwayat yang lain : dengan para nabi di hari kiamat)". [Hadits Shahih diriwayatkan oleh Abu Daud 1/320, Nasa'i 2/71, Ibnu Hibban no. 1229, Hakim 2/162 (lihat takhrijnya dalam Al-Insyirah hal.29 Adazbuz Zifaf hal 60) ; Baihaqi 781, Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah 3/61-62]

Karena umat itu membutuhkan jumlah yang banyak, sehingga mereka beribadah kepada Allah, berjihad di jalan-Nya, melindungi kaum muslimin -dengan ijin Allah-, dan Allah akan menjaga mereka dan tipu daya musuh-musuh mereka.

Maka wajib untuk meninggalkan perkara ini (membatasi kelahiran), tidak membolehkannya dan tidak menggunakannya kecuali darurat. Jika dalam keadaan darurat maka tidak mengapa, seperti :

[a]. Sang istri tertimpa penyakit di dalam rahimnya, atau anggota badan yang lain, sehingga berbahaya jika hamil, maka tidak mengapa (menggunakan pil-pil tersebut) untuk keperluan ini.

[b]. Demikian juga, jika sudah memiliki anak banyak, sedangkan isteri keberatan jika hamil lagi, maka tidak terlarang mengkonsumsi pil-pil tersebut dalam waktu tertentu, seperti setahun atau dua tahun dalam masa menyusui, sehingga ia merasa ringan untuk kembali hamil, sehingga ia bisa mendidik dengan selayaknya.

Adapun jika penggunaannya dengan maksud berkonsentrasi dalam berkarier atau supaya hidup senang atau hal-hal lain yang serupa dengan itu, sebagaimana yang dilakukan kebanyakan wanita zaman sekarang, maka hal itu tidak boleh".

[Fatawa Mar'ah, dikumpulkan oleh Muhammad Al-Musnad, Darul Wathan, cetakan pertama 1412H]


Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : "Ada seorang wanita berusia kurang lebih 29 tahun, telah memiliki 10 orang anak. Ketika ia telah melahirkan anak terakhir ia harus melakukan operasi dan ia meminta ijin kepada suaminya sebelum operasi untuk melaksanakan tubektomi (mengikat rahim) supaya tidak bisa melahirkan lagi, dan disamping itu juga disebabkan masalah kesehatan, yaitu jika ia memakai pil-pil pencegah kehamilan akan berpengaruh terhadap kesehatannya. Dan suaminya telah mengijinkan untuk melakukan operasi tersebut. maka apakah si istri dan suami mendapatkan dosa karena hal itu ?"

Jawaban.
Tidak mengapa ia melakukan operasi/pembedahan jika para dokter (terpercaya) menyatakan bahwa jika melahirkan lagi bisa membahayakannya, setelah mendapatkan ijin dari suaminya.


[Fatawa Mar'ah Muslimah Juz 2 hal. 978, Maktabah Aadh-Waus Salaf, cet ke 2. 1416H]

[Disalin ulang dari Majalah edisi 01/Tahun V/2001M.]