Friday, March 18, 2011

K A W I N K O N T R A K T R A D I S I K A U M S Y I ’ A H

Dalam urusan nikah mut’ah Syi’ah memiliki banyak keburukan, kekejian, hal-hal yang menjijikkan dan kebodohan terhadapIslam.
Mereka mengangkat nilai setiapkeburukan dan meninggikan setiap yang
kotor. Mereka menghalalkan apa yang
diharamkan Allah (berupa zina) atas nama
agama dan dusta terhadap para Imam.
Mereka membolehkan semua yang mereka
mau, mereka membiarkan nafsu tenggelam
dalam kelezatan yang menipu dan
kemungkaran-kemungkaran. Mut’ah
adalah sebaik-baik saksi dan bukti, mereka
telah menghiasi mut’ah dengan segala
kesucian, keagungan dan keanggunan,
hingga mereka menjadikan balasan
pelakunya adalah surga -Naudzubillah-,
mereka memperbanyak keutamaankeutamaan
mut’ah dan keistimewaannya,
seraya menyesatkan -sebagaimana
lazimnya- orang-orang yang mereka
jadikan sebagai tawanan bagi ucapanucapan
mereka yang dusta. Di antarany aialah:
Al-Kasyani dalam tafsirnya, berbohong
atas Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam, mereka mengatakan bahwa
beliau bersabda, Telah datang kepadaku
Jibril darl sisi Tuhanku, membawa
sebuah hadiah. Kepadaku hadiah itu
adalah menikmati wanita-wanita
mukminah (dengan kawin kontrak). Allah
belum pernah memberikan hadiah
kepada para nabipun sebelumku,
Ketahuilah mut’ah adalah keistimewaan
yang dikhususkan oleh Allah untukku,
karena keutamaanku melebihi semua
para nabi terdahulu. Barangsiapa
melakukan mut’ah sekali dalam
umurnya, la menjadi ahli surga. Jika lakilaki
dan wanita yang melakukan mut’ah
berter di suatu tempat, maka satu
malaikat turun kepadanya untuk
menjaga hingga mereka berpisah.
Apabila mereka bercengkerama maka
obrolan mereka adalah berdzikir dan
tasbih. Apabila yang satu memegang
tangan pasangannya maka dosa-dosa
dan kesalahan-kesalahan bercucuran
dan nikah mut.ah.. (At-Tahdzif Juz II/
186) Riwayat inipun terdapat dalam sahih
Bukhari. Maka semakin jelas tentang
agama mereka yang dibangun atas dasar
rekayasa, ucapan mereka bertentangan
satu sama lain. Maka kami membantah
kalian wahai Syi.ah !!, dengan kitabkitab
kalian sendiri.
Ini adalah salah satu sebab yang
membuat mereka berakidah taqiyah
(berbohong). Padahal perlu diketahui
bahwa dalam agama Syi.ah tidak boleh
melakukan taqiyah dalam mut.ah, la
taqiyyata fi al-mut.ah (tidak ada taqiyah
dalam mut.ah).
Kemudian, Umar tidak pernah
mengatakan, .Mut.ah halal pada zaman
Nabi dan saya melarangnya!. Tetapi
mut.ah dulu halal dan kini Umar
menegaskan dan menegakkan hukum
keharamannya. Yang demikian itu karena
masih ada orang yang melakukannya.
Adapun dia mengisyaratkan bahwa dulu
memang pernah halal, ya, akan tetapi
beberapa waktu setelah itu diharamkan.
Di antara yang menguatkan lagi adalah
pelarangan .Ali ketika menjadi khalifah.
Ali, Umar dan Ibnu Abbas Berlepas Diri
Syi.ah tidak memiliki bukti dari Salaf As-
Shalih kecuali dari Ibnu Abbas Radhiallahu
.anhu, akan tetapi Ibnu abbas sendiri
telah rujuk dan mencabut kembali
kebolehannya kembali kepada

Sedikit Diatas Sunnah Lebih Baik Daripada Banyak Diatas Bid'ah

Kata mutiara tersebut tidak hanya terucap dari seorang shahabat ,dan diantara yang mengucapkannya ialah Abu Darda’ dan Abdullah bin Mas’ud –Radhiallahu anhuma- seperti yang disebutkan dalam Syarh Ushul I’tiqad Ahlus Sunnah (nomor114 dan 115), Assunnah karya Ibnu Nashr (hal 27-28), Al Ibanah (I/320) karya Ibnu Baththah,dan lain-lain.

Juga terdapat riwayat dari Ubay bin Ka’ab Radhiallahu anhu seperti disebutkan dalam Al Hujjah fi Bayan Al Mahajjah (I/111) dengan redaksi:

“Sesungguhnya sederhana dalam jalan hidup dan sunnah Nabi Shalallahu alaihi wa sallam adalah lebih baik daripada banyak tetapi menyalahi jalan hidup dan sunnah Nabi Shalallahu alaihi wa sallam.Maka lihatlah amal kamu,baik banyak maupun sedikit,agar yang demikian itu sesuai dengan jalan hidup dan sunnah nabi Shalallahu alaihi wa sallam” [1]

Itulah kata mutiara yang memberikan metode yang agung bagi seorang Muslim yang ingin mengikuti kebenaran dalam amal dan ucapannya agar sesuai dengan aturan syari’at. Kata mutiara tersebut disadur dari beberapa hadits shahih, diantaranya:

[1]. Sabda Nabi Shalallahu alaihi wa sallam,

“Artinya : Hindarilah olehmu melampaui batas dalam agama”. [Hadits Riwayat Nasa’I:V/268, Ibnu Majah:3029,dan Ahmad:I/215&347, dengan sanad hasan]

[2]. Sabda Nabi Shalallahu alaihi wa sallam,

“Artinya : Amal yang paling dicintai Allah adalah amal yang berkesinambungan, meskipun sedikit.” [Hadits Riwayat Bukhary :I/109 dan Muslim no.782 dari Aiysah]

[3].Sabda Nabi Shalallahu alaihi wa sallam :

“Artinya : Sesungguhnya setiap amal terdapat masa giat,dan disana ada masa jeda.Maka siapa yang jedanya kepada bid’ah sesungguhnya dia sesat,dan siapa yang jedanya kepada sunnah maka dia terbimbing.” [2]

Dan hadits-hadits lain.

Sunnguh para shahabat -Radhiallahu anhum- dan tabi’in Rahimahumllahu ta’ala, benar-benar mengaplikasikan kaidah tersebut dengan sangat cermat. Mereka sangat antusias untuk mengikuti sunnah walau hanya dengan sedikit amal.Tidak hanya itu,tetapi mereka juga sangat jauh dari bid’ah, meskipun ada orang yang menyangka bahwa bid’ah itu terdapat tambahan kebaikan.

Abu Ahwash [3] berkata kepada dirinya sendiri ,”Wahai Sallam,tidurlah kamu menurut sunnah.Itu lebih baik daripada kamu bangun malam untuk melakukan bid’ah.” [4]

Dan Ibrahim An-Nalkha’i berkata, ”Seandainya para shahabat Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam mengusap kuku, niscaya aku tidak membasuhnya karena mencari keutamaan dalam mengikuti mereka.” [5]

Betapa indahnya firman Allah dalam menetapkan kaidah tersebut:

“Artinya : Supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya.” [ Al Mulk : 2]

Allah tidak mengatakan,”Yang banyak amalnya” sebagaimana dijelaskan Ibnu Katsier dalam tafsirnya (IV/619).

Dan barangsiapa merasa sempit pada jalan Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam dan jalan orang-orang mukmin terdahulu maka Allah tidak memberi kelapangan kepadanya.[6]

Diantara yang penting untuk diingatkan disini adalah cara menyimpulkan dalil yang salah oleh sebagian orang yang ditegur ketika melakukan bid’ah, seperti shalat yang tidak ada contohnya dalam Sunnah. Mereka menggunakan dalil,”Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang shalat kepada seorang hamba? [Al-Alaq : 9-10]”

Sungguh demikian ini cara menyimpulkan dalil yang batil dan pendapat yang salah tentang ayat Al Qur’an!!

Imam Abu Syamah dalam Al Baits (hal 114) berkata setelah menyebutkan beberapa hadits dan atsar yang melarang shalat yang tidak sesuai dengan Sunnah Nabi Shalallahu alaihi wa sallam ,” Apakah boleh bagi seorang Muslim bila mendengar beberapa hadits dan atsar ini, dia mengatakan ,bahwa Nabi Shalallahu alaihi wa sallam melarang shalat dan bahwa Umar dan Ibnu Abbas, dikategorikan sebagai orang yang telah disebutkan dalam firmanNya:

“Artinya : Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang, seorang hamba ketika dia mengerjakan salat” [Al-Alaq : 9-10] [7]

Demikian pula, setiap orang yang melarang sesuatu yang dilarang syari’at Islam tidak boleh dikatakan seperti ini. Sebab orang yang menggunakan dalil tersebut dengan menganggap baik setiap amalnya yang tidak sesuai dengan sunnah adalah orang bodoh yang merubah kitab Allah dan mengganti firmanNya.Sesungguhnya Allah telah mencabut kelezatan pemahaman akan maksud wahyu darinya tersebut.”

Dan dalam halaman 214, beliau (yakni Imam Abu Syamah) berkata:”Maka sungguh nyata dan jelas –dengan pertolongan Allah- kebenaran orang yang mengingkari hal-hal yang bid’ah, meskipun bid’ahnya berupa shalat dan memakmurkan masjid. Dan janganlah dia memperdulikan kebencian orang bodoh yang mengatakan :

“Tidak mungkin Islam memerintahkan membatalkan shalat dan menghancurkan masjid?”

Sebab perumpamaan dia seperti orang yang mengatakan:

“Bagaimana diperintahkan menghancurkan masjdi?”

Padahal telah maklum bahwa Nabi Shalallahu alaihi wa sallam pernah menghancurkan masjid Dhirar!!! Atau seperti orang yang mengatakan :

“Bagaimana mungkin Islam melarang membaca Al Qur’an dalam ruku dan sujud?”

Padahal terdapat hadits shahih bahwa Ali Radhiallahu anhu berkata:”

“Artinya : Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam melarang aku membaca Al Qur’an dalam ruku dan sujud.” [Hadits Riwayat Muslim]

Jadi mengikuti Sunnah lebih utama daripada mempertahankan bid’ah, meskipun berupa shalat. Sebab mengikuti sunnah lebih banyak faidahnya dan lebih besar pahalanya, meskipun kita menganggap bahwa dalam bentuk shalat tersebut terdapat pahala.”

Dan Allah-lah yang memberi taufik kepada kebenaran.

[Disalin dari kitab Al Ilmu Ushul Bida’ Dirasah Taklimiyyah Muhimmah Fi Ilmi Ushul Fiqh, edisi Indonesia Membedah Akar Bid’ah, Pustaka Al-Kautsar hal, 26-28]
_________
Foote Note
[1] Juga diriwayatkan oleh Al Laalikai no.11,Ibnul Mubarak dalam AzZuhd :II/21, dan Abu Nu’aim dalam Al Hilyah :I/252
[2] Hadits shahih dengan berbagai jalan, lihat Al Itmam no.23521 dan Attiba’ AsSunnah no.8]
[3] Namanya adalah Sallam bin Sulaim, Lihat Siyar An-Nubala VII/281 oleh Adz-Dzahabi.
[4] Al Ibanah no.251
[5] Hadits Riwayat Ad Darimi:I/72 dan Ibnu Baththah :254
[6] Naqd Al Qaumiyyah Al Arabiyyah : 48, Syaikh Abdul Aziz bin Baz
[7] Lihat Musaajalah Ilmiyyah:30-31 Al Izz bin Abdis Salam

Membaca Istighfar Untuk Orang Kafir

Oleh
Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih
Mendoakan orang kafir agar diberi rahmat dan pengampunan adalah diharamkan, dan barangsiapa yang melakukannya, maka dia telah berdosa dan tridak dikabulkan do’anya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik walaupun orang-orang musyrik itu adalah kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, itu adalah penghuni neraka Jahannam. Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah di-ikrarkannya kepada bapakanya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri daripadanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun” [At-Taubah : 113-114]

Imam At-Thabari berkata bahwa yang dimaksud dengan ayat di atas, tidak patut bagi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang yang beriman memintakan ampun kepada Allah untuk orang-orang musyrik meskipun mereka kerabat sendiri, setelah datang penjelasan dari Allah bahwa mereka termasuk penghuni neraka Jahim, artinya setelah mereka meninggal dunia dalam keadaan syirik dan menyembah berhala maka jelas mereka termasuk penghuni neraka. Sebab Allah telah memutuskan bahwa orang yang meninggal dalam keadaan syirik tidak akan diampuni dosanya. Sehingga tidak patut seseorang meminta kepada Allah sesuatu yang telah diketahui bahwa Dia tidak mungkin melakukannya. Jika mereka berhujjah bahwa Nabi Ibrahim memintakan ampun kepada Allah untuk bapaknya, maka jawabannya bahwa permintaan ampun untuk bapaknya tidak lain hanyalah suatu janji yang telah diikrarkan kepada bapaknya. Maka setelah jelas bahwa bapaknya adalah musuh Allah dia meninggalkannya dan beristighfar serta berlepas diri daripadanya dan lebih memilih Allah serta mendahulukan perintahNya. [Tafsir Thabari 11/30]

Dan boleh mendo’akan kejelekan atas mereka agar dibutakan hati mereka dan tidak menerima cahaya iman. Sebagaimana firman Allah.

“Artinya : Musa berkata : ‘Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia, ya Tuahn kami –akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih. Allah berfirman : ‘Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan janganlah sekali-kali kamu mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetaui” [Yunus : 88-89]

Dari Abdullah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri shalat di samping Ka’bah, maka datanglah sekumpulan orang Quraisy, ada seorang diantara mereka yang berkata : “Adakah di antara kalian yang mau mencari kotoran onta baik berupa darah, kotoran atau usus-ususnya untuk dibawa kemari dan jika Muhammad sujud, kita letakkan kotoran tersebut diatas pundaknya. Lalu di antara mereka yang paling celaka mencari kotoran dan tatkala Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam sujud kotoran itu diletakkan di atas pundaknya sehingga beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tertahan sujudnya. Dan mereka tertawa terbahak-bahak melihat tontonan tersebut. Setelah itu Juwairiyah menyampaikan kejadian tersebut kepada Fatimah, maka Fatimah seegera datang ke tempat kejadian dan dalam keadaan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersujud Fatimah menyingkirkan kotoran tersebut. Kemudian Fatimah mendatangi mereka dan menghardiknya. Seusai shalat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a : “Ya Allah hancurkanlah kaum Quraisy, Ya Allah hancurkanlah kaum Quraisy, Ya Allah hancurkanlah kaum Quraisy. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan mereka dengan menyebutkan namanya satu persatu ; ‘Ya Allah hancurkan Amr bin Hiysam, Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Walid bin Utbah, Ummayah bin Khalaf, Uqbah bin Abu Muith dan Amarah bin Al-Walid’. Abdullah berkata : “Demi Allah saya menyaksikan mereka semuanya terkapar mati di perang Badr. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat mereka semua pada waktu perang Badr” [Shahih Al-Bukhari, kitab Ash-Shalat bab Mar’ah Tuthrah ala Mushalla minal ‘Adza 1/131]

Imam Hafizh Ibnu hajar berkata bahwa sesekali Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a kepada Allah agar mereka dihancurkan dan kadang-kadang beliau Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a kepada Allah agar mereka diberi hidayah, pada saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapat tekanan yang sangat dahsyat, maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menempuh cara yang pertama dan apabila banyak yang beriman dan yang lainnya diharapkan masuk Islam, maka beliau berdo’a kepada Allah agar mereka mendapat hidayah. [Fathul Barii 6/126]

Dibolehkan mendo’akan atas orang kfir agar Allah menahan hujan dari langit atau menurunkannya. Dari Masruq bahwa beliau berkata : Saya datang kepada Abdullah Ibnu Mas’ud dan dia berkata : Setelah lama kaum Quraisy tidak menanggapi ajakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau berdo’a agar tidak turun hujan kepada mereka dan terjadilah paceklik sehingga banyak yang meninggal dan memakan bangkai atau tulang. Kemudian Abu Sufyan mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata : ‘Wahai Muhammad, engkau datang menyuruh untuk menyambung kerabat, sesungghnya kaum-mu banyak yang binasa, maka berdo’alah kepada Allah. Lalu beliau memnbaca ayat.

“Artinya : Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata” {Ad-Dukhan : 10]

Tetapi mereka kembali kafir kepada Allah sebagaimana firman Allah yang turun pada saat perang Badr.

“Artinya : (Ingatlah) hari (ketika) kami menghantam mereka dengan hantaman yang keras” [Ad-Dukhan : 16]

Dan dalam Riwayat lain dari Mansur bahwsanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a agar turun hujan, maka seketika itu, hujanpun turun dengan lebat. [Shahih Al-Bukhari, bab Istisqa 2/19]

Dan boleh berdo’a kepada Allah agar diberi hidayah berdasarkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa dia berkata : Thufail bin Amr datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata : “Sesungguhnya kabilah Daus banyak yang binasa karena mereka sering bermaksiat dan membangkang, maka berdo’alah untuk mereka. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a.

“Artinya : Ya Allah berilah petunjuk kabilah Daus agar masuk Islam” [Shahih Al-Bukhari, kitab Ad-Da’waat bab Do’a 7/167]


[Disain dari buku Jahalatun Nas Fid Du’a edisi Indonesia Kesalahan Dalam Berdo’a hal. 24-29 Darul Haq]